Langsung ke konten utama

Sehun X Reader PART 4

 

       




         Semalaman aku berpikir, bahkan di kelas pun aku masih berpikir. Ke mana dia pergi? kenapa tidak mengirim pesan kalau dia mengambil cuti sehari. Kalau begitu aku kan tidak perlu menunggunya di depan pintu, untung saja dosen pengganti datangnya telat, kalau tidak, bisa kena cap ‘asdos yang tidak disiplin’

            “(Name)!  Katanya kau sekarang dekat dengan Profesor Oh ya, dia itu bagaimana sih orangnya? Benar dingin kayak tampilannya ya?”

            “Ya begitulah. Terkadang tampilan tidak menentukan kalau kau mengenalnya lebih dekat.”

            “Jadi begitu ya, ahhh irinya.”

           “Jangan iri terus. Dulu kusuruh kau tukar posisi tak mau, alasannya takut kelelahan. Bagaimana sih kau ini!”

            “Hehe, iya deh iya. Eh dosen penggantinya datang tuh.” semuanya langsung fokus pada kelas hari ini.

Skip>>>

            Huff, aku merasa lelah sekali, ingin rasanya cepat sampai apartemen lalu berhibernasi selama sehari. Aku tidak mau apa pun selain tidur. Pokoknya harus cepat masuk kamar. Aku tak sabar lagi menunggu lift yang antre, jadi kuputuskan lewat tangga saja. mataku sudah tidak bisa berkompromi lagi. 

            Tunggu dulu, Profesor Sehun sudah kembali? Buktinya pintunya sedikit terbuka. Apa aku masuk saja ya? Eits tunggu, itu tidak sopan namanya. Kalau begitu kuketuk dulu. Tak ada sahutan dari dalam, jadi aku masuk saja, toh sudah ketuk pintu.

            Ini kali ketigaku masuk ke apartemennya, kami biasa memanggang makan malam di balkonnya, rasanya menyenangkan melihat kamarnya yang tertata begitu rapi. Aku terentak, ada sepasang sepatu wanita. Siapa? Kenapa aku menjadi netting sendiri. aku pun masuk lebih dalam. Dan saat itu juga, aku mematung.

           Apa aku salah lihat? Dia memiliki wanita di kamarnya, dan sekarang, mereka sedang berpelukan. Apa wanita itu yang membuatnya sibuk hingga mengabaikan waktu kerjanya sendiri? apa dia yang dia sebut sebagai teman lama? Atau kekasihnya?

            Aku mencoba menyadari posisiku, memang siapa aku ini? Aku juga tidak berhak masuk ke sini, aku hanyalah seorang asisten. Dia hanya cinta pertama, bukan berarti da itu milikku karena perasaan itu hanyalah sepihak dan aku tak berhak mengontrol apa yang dia lakukan. Tidak, Aku tidak ingin mencampuri lebih dalam lagi. Aku memutuskan keluar dengan tenang. Jangan sampai langkah gusarku mengganggu mereka, aku tidak ingin terlibat dengan mereka. karena menyakitkan, rasanya menyakitkan, sungguh, aku tidak mengada-ada. Bolehkah aku menangis? apa ini yang di namakan cengeng tanpa sebab?

***

            “Sudah kubilang aku mau jalan kaki saja!” Entah kenapa tiba-tiba saja aku menegang dan wanita itu, duduk dengan tenangnya di samping Sehun. Aku sengaja berangkat pagi untuk menghindarinya, tapi dia justru menyusulku. Sebenarnya apa sih yang dia mau, membuatku meradang terus?

            “Sehun, kurasa tidak baik memaksanya, maaf ya (Name), kalau begitu kami duluan ya.” mobil pun melaju.

            “Ya sudah! Kalau mau duluan langsung saja! dasar!” Aku menendang kerikil di hadapanku karena gusar. Ya Tuhan, ada apa dengan diriku. Apa inikah kau sebut dengan cemburu? Tapi ingatlah posisiku. Kau harusnya bersyukur sudah di beri kesempatan untuk dekat dengannya, bukannya meminta lebih.

            “Tapi tidak masalah meminta lebih. Selama kau merasa lebih pantas darinya, perjuangkan.”

            “ Ehh???” Aku langsung menoleh.

            “Kakak senior? Kau di sini?”

            Dia adalah Jang Na Ra, kakak senior terbaik dalam hidupku. Dia mantan pelatih renangku, dan selama beberapa tahun aku memang tidak mendengar kabarnya. Tapi tiba-tiba dia muncul di belakangku. “Jadi dia ya, pria yang pernah kau ceritakan padaku saat SMP. Sungguh takdir yang bagus.”

            “Kenapa bisa di bilang bagus? Dia bahkan tak mengingatku.”

            “Dia tak perlu mengingat masa lalu. Kau tidak harus menuntutnya, tapi buktikan saja padanya kalau kau itu pantas.”

            “Siapa? Aku? Ku rasa levelnya terlalu tinggi.”

             “Hay! Sejak kapan(Name) berubah menjadi gadis yang pesimis. Dimana sisi positifmu. Menyerah juga ada masanya, jangan pernah mencintai kalau tidak mau memulainya. Kau saja belum memulai kok sudah pesimis duluan. Come on nak,”

            Dia benar, untuk apa aku berkoar-koar kalau dia itu cinta pertamaku, sedangkan aku saja belum pernah berusaha untuk membuktikan padanya bahwa aku pantas mendapat jasa balik dari perasaanku. Jika dia yang menarikku dalam kehidupannya, tentu dia juga harus bertanggung jawab telah mengembalikan perasaan cinta yang kukubur lama. Dia harus tahu kalau perasaan itu muncul kembali bahkan jauh lebih dahsyat dari sebelumnya.

            “Tapi ingat satu hal, jika kau sudah memastikan bahwa sudah tak ada kesempatan, barulah kau boleh menyerah. Selagi peluangmu masih ada, terjang saja.”

            “Siap kak! Terima kasih, kalau begitu akan kulakukan mulai sekarang.” energiku kembali full. Aku memeluk Kak Na Ra, aku belum sempat menanyakan kabarnya, itu bisa lain waktu, yang terpenting adalah aku memiliki keberanian sekarang. aku akan menemaninya seperti biasa, membuktikan bahwa aku bukan hanya seorang asisten, dia juga harus melihatku sebagai seorang wanita.

***

    “Kak, ini tugas makalah yang sudah saya pilah, semuanya sudah. Anda bisa langsung memindai ulang.”

            “Bagus, terima kasih.”

            “Hmm Kak, boleh aku tanya sesuatu.”

            “Apa?”

            Aku memberanikan diri untuk menanyakan tentang wanita itu padanya.

            “Kak, apa wanita itu teman lamamu?”

            “Oh. Iya, kenapa memangnya?”

            “Tidak papa, hanya saja aku melihat dia di apartemenmu semalam. Apa dia tinggal denganmu? Bukannya aku ingin tahu, hanya saja aku mungkin perlu berkenalan juga dengannya, sebagai asisten yang baik tentunya.”

            “Oh tidak, dia hanya menginap sehari, sekarang dia kembali ke rumahnya.”

            Menginap sehari? Apa aku harus yakin tidak ada yang mereka lakukan semalam? Arghhh!!! Kenapa otakku jadi begini, berhentilah berpikiran negatif!

            “Oh begitu, ya sudah kak, aku tidak akan bertanya lagi. Aku akan menyelesaikan tugasku setelah itu pulang bersamamu.”

            “Tumben sekali, kau tidak mau jalan kaki?”

            Aku menggeleng, dan tersenyum tanpa menjawabnya lagi. Apa benar mereka hanya teman? Karena sebelumnya, aku ingat wajahnya, dia pernah datang sekali ke Yayasan Yungpyung, saat wisuda angkatan kelas 12. Ya, wanita itu, aku masih ingat jelas.

            Skip>>>

            Aku mengetuk pintu kamarnya. Dia menyuruhku untuk membantunya menyelesaikan beberapa tugas. Aku pun masuk, aku mungkin sedikit terlambat karena baru selesai mandi, sedangkan ponselku sudah berdering sejak 15 menit yang lalu.

            “Kak?” Aku mencarinya di ruang kerjanya. Kenapa tak ada siapa pun, apa dia pergi lalu meninggalkan semua tugasnya padaku? uh tega sekali.

            Aku keluar dari ruang kerjanya, dia bilang meletakkan kertas makalah itu di samping tempat tidur, jadi aku menuju ke kamar. Aku membuka pintu, “ Huaa!!!”

            Kami sama-sama menjerit. ‘( Name) apa yang kau lakukan!”

            “Kau bilang aku harus mengambil makalahnya di kamarmu. Mana aku tahu kau habis mandi!” Sungguh, ini memalukan, aku melihatnya tanpa pakaian sehelai pun, jadi, siapa yang harus merasa malu di sini? Aku si bisa saja menang telak, menyenangkan sekali melihat perut kotak-kotaknya. Xixixi.

            “Masuklah. Aku sudah siap.”

            Aku berpura-pura mengetuk pintu kemudian masuk dengan wajah yang sudah merah seperti tomat. Tunggu dulu, yang seharusnya malu siapa? Kenapa pula aku yang menunduk di sini?.

            “Jadi mana makalahnya kak sini biar kuselesaikan.”

            Dia melirik kertas itu di tempatnya. Aku segera mengambilnya lalu pergi dengan cepat. Huff. Untunglah suasana canggung itu tak berlangsung lama. Sudah pasti dia merasa malu miliknya di perlihatkan pada orang asing. Hahaha beruntungnya aku, ternyata diam-diam aku membayangkannya.

            Gelap! Tiba-tiba saja lampu apartemenku mati. Aku langsung menjerit sekuatku. Sampai tetangga sebelahku datang, dan Kak Sehun juga ikut menghampiri. “ Kenapa?”

            “Aku takut gelap.”

            “ Maaf mengganggu kenyamanan Anda, anak ini biar saya yang urus.”

            “Huf. Ku pikir ada apa, dia menjerit keras sekali.”

            Kak Sehun menuntunku ke apart-nya. Dia mencoba menenangkanku. Ya, sejak kecil aku memang phobia dengan semua hal yang berbau kegelapan, termasuk warna hitam. Ibu selalu memelukku saat semuanya gelap, aku terbiasa dengan pelukannya, bahkan sekarang, aku masih tidak menyangka akan jauh dari pelukan Ibu.

            “ Mungkin ada korsleting listrik, besok kusuruh pihak apartemen bertanggung jawab. Malam ini kau tidur di sini saja. oh ya, selesaikan tugasmu dulu sebelum tidur.”

            “ Terima kasih.”

            Tanpa banyak bicara kukebut semuanya, aku terbiasa bekerja cepat, apalagi kalau mata tinggal 5 watt, saking cepatnya aku bekerja sampai tidak menyadari kalau tugasku mampir ke dalam mimpi.

***


Komentar

Populer

Analisis Puisi “ IBU” Karya D. Zawawi Imron

  “ IBU” Karya D. Zawawi Imron   Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau Sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting Hanya mata air air matamu ibu, yang tetap lancar mengalir Bila aku merantau Sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku Di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan Lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar Ibu adalah gua pertapaanku Dan ibulah yang meletakkan aku di sini Saat bunga kembang menyerbak bau sayang Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi Aku mengangguk meskipun kurang mengerti Bila kasihmu ibarat samudera Sempit lautan teduh Tempatku mandi, mencuci lumut pada diri Tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh Lokan-lokan, mutiara dan kembaang laut semua bagiku Kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan Namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu Lantaran aku tahu Engkau ibu dan aku anakmu Bilaa berlayar lalu datang angin sakal Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

ANALISIS PUISI WS RENDRA 'Orang-orang miskin'

  Orang-Orang Miskin karya : WS Rendra Orang-orang miskin di jalan, yang tinggal di dalam selokan, yang kalah di dalam pergulatan, yang diledek oleh impian, janganlah mereka ditinggalkan. Angin membawa bau baju mereka. Rambut mereka melekat di bulan purnama. Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala, mengandung buah jalan raya. Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa. Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya. Tak bisa kamu abaikan. Bila kamu remehkan mereka, di jalan  kamu akan diburu bayangan. Tidurmu akan penuh igauan, dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka. Jangan kamu bilang negara ini kaya karena orang-orang berkembang di kota dan di desa. Jangan kamu bilang dirimu kaya bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya. Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu. Dan perlu diusulkan agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda. Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa. Orang-orang miskin di jalan masuk ke dalam tidur mala

Tentangku dan Rasa

Source pic by : pinterest Dulu aku sempat berpikir jika manusia memang terlahir dengan kesempurnaan mereka masing-masing. Namun pada akhirnya aku menyadari, jika tidak ada satu orang pun yang memiliki kesempurnaan sedetil-detilnya. Jika memikirkan kita terlahir sempurna itu termasuk pelanggaran ketaqwaan kepada sang pencipta. Maka berlagak seolah kita sempurna adalah pelanggaran terbesarnya. Maka dari itulah, kehidupan ku yang porak poranda. Jiwaku yang terkekang, dan hatiku yang lama mati rasa, adalah bentuk dari ketidak sempurnaan yang di berikan oleh-Nya. Rasanya berat berbagi serpihan kisah ini, dan menuangkan kisahnya dalam bentuk tulisan. Namun, ku kuatkan tekadku untuk menceritakannya. Karena bagiku, ini bukanlah kisah dramastis ala bollywood maupun drama korea yang penuh dengan fantasi. Kisah ini, ku tuangkan penuh ketulusan, dan rasa syukur karena ku harap dapat menginspirasi semua orang. Aku bukanlah gadis periang yang acuh terhadap semua cobaan, aku kera

Analisis Intertekstual Puisi ‘Malin Kundang ’ Karya Joko Pinurbo

  MALIN KUNDANG Puisi Joko Pinurbo Malin Kundang pulang menemui ibunya yang terbaring sakit di ranjang. Ia perempuan renta, hidupnya tinggal menunggu matahari angslup ke cakrawala.   “Malin, mana istrimu?” “Jangankan istri, Bu. Baju satu saja robek di badan.” Perempuan yang sudah tak tahan merindu itu seakan tak percaya. Ia menyelidik penuh curiga.   “Benar engkau Malin?” “Benar, saya Malin. Lihat bekas luka di keningku.” “Tapi Malin bukanlah anak yang kurus kering dan compang-camping. Orang-orang telah memberi kabar bahwa Malin, anakku, akan datang dengan istri yang bagus dan pangkat yang besar.” “Mungkin yang Ibu maksud Maling, bukan Malin.” “Jangan bercanda, mimpiku telah sirna.”   Walau sakit, perempuan itu memberanikan diri bertanya: “Ke mana saja engkau selama ini?” “Mencari ayah di Jakarta.” Lalu kata ibu itu: “Ayahmu pernah pulang dan aku telah sukses mengusirnya.”   “Benar engkau Malin?” Ibu itu masih juga sangsi. Dan ana

Boneka 1

    14 Juni 2006. Hari ulang tahunku yang ke-5, Ibu diam-diam memberiku boneka berbentuk hati berwarna merah, dan meletakkan di tepi ranjangku. Aku senang, sampai sekarang boneka itu masih bertengger manis di ranjangku.      14 Juni 2007. Hari ulang tahunku yang ke-6, Ayah mengajakku pergi ke plaza, tanpa Ibu, hanya ada aku dan adikku. Aku senang, karena setelah satu tahun aku akhirnya bertemu Ayah, dia mengingat hari ulang tahunku, dan memberiku boneka anjing dan domba.     14 Juni 2008. Tidak ada lagi yang memberiku boneka.  Mungkin kamarku sudah penuh boneka, jadi boneka tidak diperlukan lagi.      14 Juni 2009. Tidak ada lagi laki-laki itu...kemana hilangnya?  Lagi-lagi aku hanya bisa bilang "entah"     14 Juni 2010. Aku diperkenalkan dengan orang asing, yang harus ku sebut dengan sebutan "Ayah" Baiklah.      14 Juni 2011. Ibuku seperti orang asing. Aku tidak begitu dekat  dengannya. Bahkan saat didekatnya, hanya ada rasa takut menjalariku.