“
IBU”
Karya
D. Zawawi Imron
Kalau
aku merantau lalu datang musim kemarau
Sumur-sumur
kering, daunan pun gugur bersama reranting
Hanya
mata air air matamu ibu, yang tetap lancar mengalir
Bila
aku merantau
Sedap
kopyor susumu dan ronta kenakalanku
Di
hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
Lantaran
hutangku padamu tak kuasa kubayar
Ibu
adalah gua pertapaanku
Dan
ibulah yang meletakkan aku di sini
Saat
bunga kembang menyerbak bau sayang
Ibu
menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
Aku
mengangguk meskipun kurang mengerti
Bila
kasihmu ibarat samudera
Sempit
lautan teduh
Tempatku
mandi, mencuci lumut pada diri
Tempatku
berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
Lokan-lokan,
mutiara dan kembaang laut semua bagiku
Kalau
aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
Namamu,
ibu, yang kan kusebut paling dahulu
Lantaran
aku tahu
Engkau
ibu dan aku anakmu
Bilaa
berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan
yang ibu tunjukkan telah kukenal
Ibulah
itu bidadari yang berselendang bianglala
Sesekali
datang padaku
Menyuruhku
menulis langit biru
Dengan
sajakku
Puisi ‘IBU’karya D.Zawawi Imron
menggunakan sarana retorik repetisi atau pengulangan untuk mengemukakan
gagasannya terhadap sosok ibu /Bila aku merantau/Bila kasihmu ibarat
samudera/Bila berlayar lalu datang angin sakal/hal itu menggambarkan ‘BILA’
atau jika si Aku menghadapi sesuatu, atau mengibaratkan sesuatu yang menegaskan
sosok si ’ibu’. Tidak hanya sarana reptisi saja, namun D.Zawawi Imron juga
menggunakan majas Hiperbola, seperti/Hanya mata air air matamu ibu, yang tetap
lancar mengalir/Menyuruhku menulis langit biru/ Ibulah itu bidadari yang
berselendang bianglala/hiperbola adalah sesuatu yang dilebih-lebihkan air mata
manusia memiliki batasan, manusia tidak dapat menulis di langit biru, dan
bianglala adalah pelangi, penulis melebihkan penggambaran terhadap ibunya yang
berselendang pelangi sebagai bentuk kekagumannya terhadap sosok Ibu.
Penggunaan diksi dalam puisi ‘ibu’
simile/ Bila kasihmu ibarat samudera/mengibaratkan sesuatu, puisi tersebut juga
banyak menggunakan konotasi bukan sebenarnya /Sedap kopyor susumu dan ronta
kenakalanku/Di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan/Ibu
adalah gua pertapaanku / itu bukanlah
makna yang sebenarnya, seperti contoh; gua pertapaan bukan berarti gua yang
terbuat dari batu untuk bertapa namun perumpamaan Gua sebagai tempat yang
tenang untuk penulis kembali;tempat bernaung;tempat berlindung/ Bila berlayar
lalu datang angin sakal/ artinya bila dia menjalani kehidupan lalu datanglah
masalah/ Saat bunga kembang menyerbak bau sayang/ kasih sayang seorang ibu/
Tempatku mandi, mencuci lumut pada diri/tempat dimana seorang anak mencari
petunjuk;nasihat;dan merenungi kesalahannya.
Imaji yang digunakan Puisi Ibu,
imaji perasa/ Sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku/ imaji penglihatan
Sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting/Hanya mata air air
matamu ibu, yang tetap lancar mengalir/Saat bunga kembang menyerbak bau
sayang/Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi. Imaji penciuman / Saat bunga
kembang menyerbak bau sayang. Imaji perasaan/ Di hati ada mayang siwalan
memutikkan sari-sari kerinduan/ Puisi Ibu menggambarkan rasa kagum seorang anak
terhadap sosok Ibunya, hingga penulis banyak menggunakan perumpamaan yang indah
untuk sang Ibu.
Komentar