Langsung ke konten utama

Analisis Hermeneutika Puisi "Sehabis Mengantar Jenazah"

Tentang Buku

 

·         Judul Buku: Hujan Bulan Juni

·         Penulis: Sapardi Djoko Darmono

·         Penerbit Utama: Gramedia Pustaka Utama

·         Tahun Terbit: 2015

·         Deskripsi Fisik (Tebal): 138 halaman

·         ISBN: 978-602-03-1843-1

Puisi Sehabis Mengantar Jenazah adalah salah satu puisi yang tergabung dalam buku terkenal “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Damono yang ia tulis pada tahun 1990-2000, sebelum akhirnya buku tersebut diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 2015.


2.      Pendahuluan

 

Hermeneutika, secara umum memposisikan diri secara definitif sebagai suatu teori dan atau filsafat tentang interpretasi makna. Secara bahasa, akar kata Hermeneutika merujuk pada bahasa para filsuf kuno, pada era Yunani yang merujuk pada hermeneuein (menafsirkan, menginterpretasikan, menerjemahkan) dan hermeneia (penafsiran atau interpretasi). Hermeneuein memposisikan diri sebagai kata kerja, sementara hermeneia merepresentasikan diri sebagai kata benda.

 

Berdasarkan sejarahnya,hermeneutika terinspirasi dari salah satu Dewa Yunani kuno yang cukup terkenal, yakni Dewa Hermes. Hermes digambarkan sebagai salah satu Dewa pengantar pesan bagi Dewa-Dewi yang ada di Olympus. Hermes memiliki peranan yang sangat penting dalam dunia Dewa, karena jika terjadi kesalah pahaman dalam menyampaikan pesan, maka akan fatal akibatnya bagi kehidupan manusia. Itu sebabnya, akar dari Hermeneutika muncul.

 

Jika ditarik benang merah, erat kaitannya hermeneutika dengan sebuah karya sastra. Mengapa begitu? karena Hermeneutika mengupas tentang makna tersembunyi dalam sebuah teks yang kelihatan mengandung makna. Hal ini karena setiap interpretasi adalah usaha untuk “membongkar” makna-makna yang masih samar.

 

Karya sastra yang terwujud dalam bentuk teks memiliki sejumlah tanda atau kode, seperti tanda atau kode bahasa, tanda atau kode sastra, dan tanda atau kode budaya. Tanda atau kode tersebut kadang ditampilkan dalam bentuk simbolik, sehingga diperlukan usaha untuk menafsirkan dan memahami maknanya. Seperti yang terdapat dalam puisi Sehabis Mengantar Jenazah karya Sapardi Djoko Damono, penulis tertarik mengkaji makna tersembunyi dalam puisi tersebut, dengan pendekatan hermeneutika dengan menggunakan metode deskriptif dengan analisis isi, karena mendeskripsikan makna tersembunyi, pesan atau simbol yang terdapat dalam puisi Sehabis Mengantar Jenazah karya Sapardi Djoko Damono.

 

3.      Hasil dan Pembahasan

 

Sehabis Mengantar Jenazah

 

Masih adakah yang akan kau tanyakan

Tentang hal itu? Hujan pun sudah selesai

Sewaktu tertimbun sebuah dunia yang tak habisnya bercakap

Di bawah bunga-bunga menua, matahari yang senja

 

Pulanglah dengan payung di tangan, tertutup

Anak-anak kembali bermain di jalanan basah

Seperti dalam mimpi kuda-kuda meringkik di bukit-bukit jauh

Barangkali kita tak perlu tua dalam tanda tanya

 

Masih adakah? Alangkah angkuhnya langit

Alangkah angkuhnya pintu yang akan menerima kita

Seluruhnya, seluruhnya kecuali kenangan

Pada sebuah gua yang menjadi sepi tiba-tiba.

 

·         Bait ke-1:

 

Menguak makna hermeneutik pada bait pertama, penyair membagikan pengalaman pribadinya melalui simbol-simbol yang dia sampaikan. 

 

Masih adakah yang akan kau tanyakan

Tentang hal itu? Hujan pun sudah selesai

Sewaktu tertimbun sebuah dunia yang tak habisnya bercakap

Di bawah bunga-bunga menua, matahari yang senja

 

Penyair ingin menyampaikan, kalau dalam kehidupan tidak bisa terlepas dari sebuah kesedihan. “Hujan” sering diidentikan sebagai lambang kesedihan, atau kemurungan. Pada kalimat ‘Hujan pun sudah selesai’ melambangkan kalau kesedihan sudah harus diakhiri.

 

Kemudian disambungkan pada kalimat berikutnya “Sewaktu tertimbun sebuah dunia yang tak habisnya bercakap” jadi kesedihan yang dimaksud di sini adalah ‘kematian’, di mana semua orang akan mengalami yang namanya ‘mati’ menghilang tertimbun tanah dan hanya meninggalkan kenangan bagi orang-orang yang mereka tinggalkan.

 

Pada kalimat “Di bawah bunga-bunga menua, matahari yang senja” penulis ingin menyampaikan, hidup pasti akan berakhir, namun dibalik kematian akan ada kehidupan baru. Di bawah bunga-bunga yang menua melambangkan sebuah kehidupan yang sudah harus berakhir, seperti bunga yang pada akhirnya akan gugur. Kemudian matahari senja yang dimaksud adalah sebuah pengingat tentang ‘kematian’. Penyair menyadari kodratnyaa sebagai manusia, yang akan mengalami kematian.

 

Pada bait-1 banyak menggunakan kiasan dan metafora, seperti kata ‘hujan, matahari, dan bunga-bunga’ mengambil dari fenomena alam yang diabadikan menjadi simbol atau lambang dalam puisi tersebut.

 

·         Bait ke-2:

 

Pulanglah dengan payung di tangan, tertutup

Anak-anak kembali bermain di jalanan basah

Seperti dalam mimpi kuda-kuda meringkik di bukit-bukit jauh

Barangkali kita tak perlu tua dalam tanda tanya

 

Pada bait kedua, mengandung banyak ungkapan. Dalam bait kedua ini menjelaskan bahwa penyair ingin menyadarkan kita, bahwa bukankah kita memiliki peluang yang sama dengan sang jenazah bahwa kita juga sedang diburu waktu, dibayang-bayangi dentang jam dinding setiap hari, dan lagi-lagi memiliki kemungkinan untuk mati. Bukankah seringkali, hanya ketika kita melihat jenazah dan mengantarkannya, kita baru tersadar tidak terduga hidup kita sangat sebentar

 

Dalam bait ini menggambarkan bahwa pemakaman jenazah telah selesai dengan langkah hati yang sedih dan semua aktivitas kehidupan kembali berlangsung meski dalam keadaan berduka dilambangkan pada larik “anak-anak kembali bermain di jalanan basah” menggambarkan betapa suasana hati sang penyair turut berduka bersamanya. Kematian adalah sebuah misteri kehidupan yang tak seorang pun tahu, karna kematian tidak memandang status sosial dan usia, siapapun yang hidup akan merasakan mati dilambangkan pada larik “barangkali kita tak perlu tua dalam tanda tanya”.

 

·      Bait Ke-3 :

 

Masih adakah? Alangkah angkuhnya langit

Alangkah angkuhnya pintu yang akan menerima kita

Seluruhnya, seluruhnya kecuali kenangan

Pada sebuah gua yang menjadi sepi tiba-tiba.

 

Dalam bait ketiga menggambarkan bahwa penyair merasa takut akan liang lahat yang terasa sempit sekali sangat sedih dan kesepian tidak ada percakapan didalamnya tidak seperti kehidupan didunia semua hening tidak bersuara begitulah pintu yang menerima jenazah kita dilambangkan dalam larik “Alangkah angkuhnya pintu yang akan menerima kita” dalam artian, jika hanya amal ibadah saja yang diterima, sementara hal-hal lain, seperti harta, kekuasaan, keluarga, tidak diterima dalam pintu akhirat. Setelah selasai menguburkan jenazah maka semua
orang-orang pergi meninggalkan pemakaman yang tersisa hanyalah rasa kehilangan teramat dalam dan penyesalan akan kenangan dengan seseorang yang
telah meninggal dunia yang dilambangkan pada larik “Pada sebuah gua yang
menjadi sepi tiba-tiba”

 

4.      Kesimpulan

 

Puisi Sehabis Mengantar Jenazah karya Sapardi Djoko Damono, dalam sudut pandang Hermeneutika, hendak menyampaikan pesan atau pengalaman dari penyair. Bahwa, dunia yang kita tinggalin itu fana, hal yang paling dekat dengan manusia adalah kematian.

Puisi ini bukan hanya penggambaran duka cita semata, tetapi lebih jauh
lagi betapa kosongnya kita menghirup udara yang kita gunakan untuk hidup dan
betapa hampanya sedangkan waktu tidak kenal ampun akan membuat siapapun
wafat. Dalam puisi ini penyair ingin menyampaikan pesan bahwa bukan hanya
sebagai perenungan. Begitu hampanya hidup kita, sedangkan kematian begitu
mudah terjadi dan sekarang sedang ada di hadapan kita.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Indriawan, Muhammad. 2017. Analisis Hermeneutika Puisi Sehabis

Mengantar Jenazah Karya Sapardi Djoko Damono. Tesis. Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

 

Website Wikipedia. Apa itu Hermeneutika? pada

https://id.wikipedia.org/wiki/Hermeneutika. (Diakses pada 1 Juni 2022)

 

Pengertian dan Penjelasan Hermeneutika pada

https://www.portal-ilmu.com/2017/12/pengertian-dan-penjelasan-hermeneutika_27.html (Diakses pada 1 Juni 2022)

 

Pengertian Hermeneutika pada

https://www.referensimakalah.com/2012/11/pengertian-hermeneutika.html 

(Diakses pada 2 Juni 2022)

 

Apa sih Hermeneutika itu? pada

https://www.kompasiana.com/putridwiariani/54f75c7ca333112e358b4688/apa-sih-hermeneutika-itu (Diakses pada 2 Juni 2022)

 

Website JatengDaily. Hermeneutika Singkap Makna Terselubung Sastra pada

https://jatengdaily.com/2020/hermeneutika-singkap-makna-terselubung-sastra/  

(Diakses pada 2 Juni 2022)

 

Puisi Sehabis Mengantar Jenazah pada

https://www.sepenuhnya.com/2017/08/puisi-sehabis-mengantar-jenazah.html?m=0 (Diakses pada 2 Juni 2022)

 

Website Ensiklopedia Kemendikbud .Tentang Sapardi Djoko Damono pada

http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Sapardi_Djoko_Damono (Diakses pada 8 Juni 2022)

Komentar

Populer

Analisis Puisi “ IBU” Karya D. Zawawi Imron

  “ IBU” Karya D. Zawawi Imron   Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau Sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting Hanya mata air air matamu ibu, yang tetap lancar mengalir Bila aku merantau Sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku Di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan Lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar Ibu adalah gua pertapaanku Dan ibulah yang meletakkan aku di sini Saat bunga kembang menyerbak bau sayang Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi Aku mengangguk meskipun kurang mengerti Bila kasihmu ibarat samudera Sempit lautan teduh Tempatku mandi, mencuci lumut pada diri Tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh Lokan-lokan, mutiara dan kembaang laut semua bagiku Kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan Namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu Lantaran aku tahu Engkau ibu dan aku anakmu Bilaa berlayar lalu datang angin sakal Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

ANALISIS PUISI WS RENDRA 'Orang-orang miskin'

  Orang-Orang Miskin karya : WS Rendra Orang-orang miskin di jalan, yang tinggal di dalam selokan, yang kalah di dalam pergulatan, yang diledek oleh impian, janganlah mereka ditinggalkan. Angin membawa bau baju mereka. Rambut mereka melekat di bulan purnama. Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala, mengandung buah jalan raya. Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa. Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya. Tak bisa kamu abaikan. Bila kamu remehkan mereka, di jalan  kamu akan diburu bayangan. Tidurmu akan penuh igauan, dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka. Jangan kamu bilang negara ini kaya karena orang-orang berkembang di kota dan di desa. Jangan kamu bilang dirimu kaya bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya. Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu. Dan perlu diusulkan agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda. Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa. Orang-orang miskin di jalan masuk ke dalam tidur mala

Tentangku dan Rasa

Source pic by : pinterest Dulu aku sempat berpikir jika manusia memang terlahir dengan kesempurnaan mereka masing-masing. Namun pada akhirnya aku menyadari, jika tidak ada satu orang pun yang memiliki kesempurnaan sedetil-detilnya. Jika memikirkan kita terlahir sempurna itu termasuk pelanggaran ketaqwaan kepada sang pencipta. Maka berlagak seolah kita sempurna adalah pelanggaran terbesarnya. Maka dari itulah, kehidupan ku yang porak poranda. Jiwaku yang terkekang, dan hatiku yang lama mati rasa, adalah bentuk dari ketidak sempurnaan yang di berikan oleh-Nya. Rasanya berat berbagi serpihan kisah ini, dan menuangkan kisahnya dalam bentuk tulisan. Namun, ku kuatkan tekadku untuk menceritakannya. Karena bagiku, ini bukanlah kisah dramastis ala bollywood maupun drama korea yang penuh dengan fantasi. Kisah ini, ku tuangkan penuh ketulusan, dan rasa syukur karena ku harap dapat menginspirasi semua orang. Aku bukanlah gadis periang yang acuh terhadap semua cobaan, aku kera

Analisis Intertekstual Puisi ‘Malin Kundang ’ Karya Joko Pinurbo

  MALIN KUNDANG Puisi Joko Pinurbo Malin Kundang pulang menemui ibunya yang terbaring sakit di ranjang. Ia perempuan renta, hidupnya tinggal menunggu matahari angslup ke cakrawala.   “Malin, mana istrimu?” “Jangankan istri, Bu. Baju satu saja robek di badan.” Perempuan yang sudah tak tahan merindu itu seakan tak percaya. Ia menyelidik penuh curiga.   “Benar engkau Malin?” “Benar, saya Malin. Lihat bekas luka di keningku.” “Tapi Malin bukanlah anak yang kurus kering dan compang-camping. Orang-orang telah memberi kabar bahwa Malin, anakku, akan datang dengan istri yang bagus dan pangkat yang besar.” “Mungkin yang Ibu maksud Maling, bukan Malin.” “Jangan bercanda, mimpiku telah sirna.”   Walau sakit, perempuan itu memberanikan diri bertanya: “Ke mana saja engkau selama ini?” “Mencari ayah di Jakarta.” Lalu kata ibu itu: “Ayahmu pernah pulang dan aku telah sukses mengusirnya.”   “Benar engkau Malin?” Ibu itu masih juga sangsi. Dan ana

Boneka 1

    14 Juni 2006. Hari ulang tahunku yang ke-5, Ibu diam-diam memberiku boneka berbentuk hati berwarna merah, dan meletakkan di tepi ranjangku. Aku senang, sampai sekarang boneka itu masih bertengger manis di ranjangku.      14 Juni 2007. Hari ulang tahunku yang ke-6, Ayah mengajakku pergi ke plaza, tanpa Ibu, hanya ada aku dan adikku. Aku senang, karena setelah satu tahun aku akhirnya bertemu Ayah, dia mengingat hari ulang tahunku, dan memberiku boneka anjing dan domba.     14 Juni 2008. Tidak ada lagi yang memberiku boneka.  Mungkin kamarku sudah penuh boneka, jadi boneka tidak diperlukan lagi.      14 Juni 2009. Tidak ada lagi laki-laki itu...kemana hilangnya?  Lagi-lagi aku hanya bisa bilang "entah"     14 Juni 2010. Aku diperkenalkan dengan orang asing, yang harus ku sebut dengan sebutan "Ayah" Baiklah.      14 Juni 2011. Ibuku seperti orang asing. Aku tidak begitu dekat  dengannya. Bahkan saat didekatnya, hanya ada rasa takut menjalariku.