Langsung ke konten utama

Analisis Leksikal Puisi "Tapi" Karya Sutardji Calzoum Bachri

 

Aku bawakan bunga padamu

                        Tapi kau bilang masih

Aku bawakan resahku padamu

                        Tapi kau bilang hanya

Aku bawakan darahku padamu

                        Tapi kau bilang Cuma

Aku bawakan mimpiku padamu

                        Tapi kau bilang meski

Aku bawakan dukaku padamu

                        Tapi kau bilang tapi

Aku bawakan mayatku padamu

                        Tapi kau bilang hampir

Aku bawakan arwahku padamu

                        Tapi kau bilang kalau

Tanpa apa aku datang padamu

                        Wah

Puisi “Tapi” karangan Sutardji Calzoum Bachri menggambarkan sebuah pertentangan antara aku dan kau sehingga apa pun yang dibawa oleh aku selalu tak bermakna di mata kau.  Adanya pemisahan antara baris aku dan kau seolah menggambarkan perrcakapan antara dua orang yang tak akan pernah sejajar seperti seorang yang sedang menalin asmara atau juga seperti Hamba dengan Tuhannya. segi kasmaran haal ini menggambarkan sebuah pertentangan antara aku denan kekasihnya akan tetapi secara dalam ketika kita menganalisis dari segi semiotiknya sangat terlihat jelas tepatnya adalah hubungan antara hamba dengan Tuhan.
bahwa seorang hamba tidak mungkin membawa bunga pada Tuhannya seperti pada baris pertama puisi aku bawakan bunga padamu. Kata bunga, resah, darah, mimpi, arwah, mayat, dan duka merupakan makna konotasi karena seorang hamba tidak akan membawa hal-hal demikian saat menghadap dengan penciptanya. Sedangkan kata bilang pada puisi merupakan makna konotasi dari firman karena Tuhan biasanya menggunakan kata “firman”.

 

Pada Puisi ‘Tapi’ ini pada bunyinya, menggunakan rima sejajar dimana banyak kata yang diulang disetiap baitnya seperti kata, aku, tapi, dan bilang. Puisi tersebut juga menggunakan rima tak sempurna yakni persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata terakhir terletak pada baris 13-14 pada kalimat “aku bawakan arwahku padamu tapi kau bilang kalau”. Akan tetapi puisi karya Sutardji ini banyak menggunakan sajak Efoni karena jika dibacakan akan terdengar merdu dan mudah untuk diucapkan.

Untuk analisis secara leksikal sendiri, majas yang digunakan yakni majas hiperbola, “Aku bawakan mayatku padamu”, “Aku bawakan arwahku padamu” Atau dilebih-lebihkan karena tidak ada manusia yang bisa membawa mayatnya maupun arwahnya sendiri. Tapi ini makna puisinya bisa dua presepsi, hubungan antara seorang pria dan kekasihnya, atau seorang hamba dengan Tuhannya. Untuk menimbulkan kesan indah puisi tersebut memilih penggunaan kata yang sederhana, tidak ada banyak diksi dan kiasan, tapi meskipun pemilihan katanya sederhana makna yang didapatkan sangatlah diluar luar biasa  Kemudian pada kata …-kan pada setiap kata “bawa” “bawakan” menimbulkan kesan usaha dan penegasan yang kuat dalam puisi tersebut.

Kemudian puisi tersebut menggunakan makna konotasi, dimana bunga, darah resah, mimpi, nyawa, arwah, bukanlah makna sesungguhnya,tapi kiasan yang memiliki makna berbeda jika dipahami dengan baik. Puisi “TAPI”Karya Sutardji Calzoum Bachri tersebut memiliki beberapa citraan, diantaranya adalah : Citraan gerak dalam kalimat “aku bawakan bunga padamu”. Citraan kesedihan yang tergambar pada kalimat “ aku bawakan mayatku padamu”.

            Gambaran  kedua yaitu gambaran kesakitan. Gambaran  kesakitan yang terdapat dalam puisi ini adalah resah dan duka. Kata resah adalah sebuah perasaan galau atau gelisah yang dialami manusia. Kata resah bisa kita golongkan dalam gambaran kesakitan karena resah itu membuat orang yang mengalaminya susah melakukan sesuatu karena dibebani oleh perasaan ini. Duka, kata ini merupakan antonim dari kata “suka”. Duka adalah perasaan kepedihan dan kesengsaraan yang dialami manusia seperti saat kehilangan. Dan kata ini bisa kita golongkan dalam gambaran kesakitan karena duka ini akan membuat hati orang yang mengalaminya terasa sakit dan sedih

Kesimpulannya, penulis ingin menggambarakan betapa sederhananya manusia itu, manusia tidak bisa membalas apapun yang Tuhan berikan baik itu dengan bunga-nyawa. Karena Tuhan tidak membutuhkan itu semua, Tuhan hanya membutuhkan Doa-doa yang tulus dari Hambanya dan kesetiaan terhadap Tuhannya. Jadi tidak ada manusia yang bisa melampaui kehendak Tuhan meskipun mengorbankan nyawa sekalipun, karena Tuhan tidak butuh itu semua.

 

***

 

Komentar

Populer

Analisis Puisi “ IBU” Karya D. Zawawi Imron

  “ IBU” Karya D. Zawawi Imron   Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau Sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting Hanya mata air air matamu ibu, yang tetap lancar mengalir Bila aku merantau Sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku Di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan Lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar Ibu adalah gua pertapaanku Dan ibulah yang meletakkan aku di sini Saat bunga kembang menyerbak bau sayang Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi Aku mengangguk meskipun kurang mengerti Bila kasihmu ibarat samudera Sempit lautan teduh Tempatku mandi, mencuci lumut pada diri Tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh Lokan-lokan, mutiara dan kembaang laut semua bagiku Kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan Namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu Lantaran aku tahu Engkau ibu dan aku anakmu Bilaa berlayar lalu datang angin sakal Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

ANALISIS PUISI WS RENDRA 'Orang-orang miskin'

  Orang-Orang Miskin karya : WS Rendra Orang-orang miskin di jalan, yang tinggal di dalam selokan, yang kalah di dalam pergulatan, yang diledek oleh impian, janganlah mereka ditinggalkan. Angin membawa bau baju mereka. Rambut mereka melekat di bulan purnama. Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala, mengandung buah jalan raya. Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa. Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya. Tak bisa kamu abaikan. Bila kamu remehkan mereka, di jalan  kamu akan diburu bayangan. Tidurmu akan penuh igauan, dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka. Jangan kamu bilang negara ini kaya karena orang-orang berkembang di kota dan di desa. Jangan kamu bilang dirimu kaya bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya. Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu. Dan perlu diusulkan agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda. Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa. Orang-orang miskin di jalan masuk ke dalam tidur mala

Tentangku dan Rasa

Source pic by : pinterest Dulu aku sempat berpikir jika manusia memang terlahir dengan kesempurnaan mereka masing-masing. Namun pada akhirnya aku menyadari, jika tidak ada satu orang pun yang memiliki kesempurnaan sedetil-detilnya. Jika memikirkan kita terlahir sempurna itu termasuk pelanggaran ketaqwaan kepada sang pencipta. Maka berlagak seolah kita sempurna adalah pelanggaran terbesarnya. Maka dari itulah, kehidupan ku yang porak poranda. Jiwaku yang terkekang, dan hatiku yang lama mati rasa, adalah bentuk dari ketidak sempurnaan yang di berikan oleh-Nya. Rasanya berat berbagi serpihan kisah ini, dan menuangkan kisahnya dalam bentuk tulisan. Namun, ku kuatkan tekadku untuk menceritakannya. Karena bagiku, ini bukanlah kisah dramastis ala bollywood maupun drama korea yang penuh dengan fantasi. Kisah ini, ku tuangkan penuh ketulusan, dan rasa syukur karena ku harap dapat menginspirasi semua orang. Aku bukanlah gadis periang yang acuh terhadap semua cobaan, aku kera

Analisis Intertekstual Puisi ‘Malin Kundang ’ Karya Joko Pinurbo

  MALIN KUNDANG Puisi Joko Pinurbo Malin Kundang pulang menemui ibunya yang terbaring sakit di ranjang. Ia perempuan renta, hidupnya tinggal menunggu matahari angslup ke cakrawala.   “Malin, mana istrimu?” “Jangankan istri, Bu. Baju satu saja robek di badan.” Perempuan yang sudah tak tahan merindu itu seakan tak percaya. Ia menyelidik penuh curiga.   “Benar engkau Malin?” “Benar, saya Malin. Lihat bekas luka di keningku.” “Tapi Malin bukanlah anak yang kurus kering dan compang-camping. Orang-orang telah memberi kabar bahwa Malin, anakku, akan datang dengan istri yang bagus dan pangkat yang besar.” “Mungkin yang Ibu maksud Maling, bukan Malin.” “Jangan bercanda, mimpiku telah sirna.”   Walau sakit, perempuan itu memberanikan diri bertanya: “Ke mana saja engkau selama ini?” “Mencari ayah di Jakarta.” Lalu kata ibu itu: “Ayahmu pernah pulang dan aku telah sukses mengusirnya.”   “Benar engkau Malin?” Ibu itu masih juga sangsi. Dan ana

Boneka 1

    14 Juni 2006. Hari ulang tahunku yang ke-5, Ibu diam-diam memberiku boneka berbentuk hati berwarna merah, dan meletakkan di tepi ranjangku. Aku senang, sampai sekarang boneka itu masih bertengger manis di ranjangku.      14 Juni 2007. Hari ulang tahunku yang ke-6, Ayah mengajakku pergi ke plaza, tanpa Ibu, hanya ada aku dan adikku. Aku senang, karena setelah satu tahun aku akhirnya bertemu Ayah, dia mengingat hari ulang tahunku, dan memberiku boneka anjing dan domba.     14 Juni 2008. Tidak ada lagi yang memberiku boneka.  Mungkin kamarku sudah penuh boneka, jadi boneka tidak diperlukan lagi.      14 Juni 2009. Tidak ada lagi laki-laki itu...kemana hilangnya?  Lagi-lagi aku hanya bisa bilang "entah"     14 Juni 2010. Aku diperkenalkan dengan orang asing, yang harus ku sebut dengan sebutan "Ayah" Baiklah.      14 Juni 2011. Ibuku seperti orang asing. Aku tidak begitu dekat  dengannya. Bahkan saat didekatnya, hanya ada rasa takut menjalariku.