Langsung ke konten utama

Analisis Strukturalisme Robert Stanton dalam Cerpen Vampir Karya Intan Paramaditha

 


Vampir

Karya Intan Paramaditha

 

Bacalah ia dari belakang dan kau akan menemukan aku.

Kami datang dari tempat yang sama, sempit, gelap, basah, merah. Tapi ia tak menginginkanku karena ia kira aku menyusu ibu serigala.

Sebenarnya dulu aku tak pernah bercita-cita menjadi sekretaris. Jika ditanya apa cita-citaku semasa kecil, aku selalu mengatakan ingin jadi dokter, seperti juga ribuan anak kecil lainnya. Tapi saat aku tumbuh dewasa, ibuku mengamati sifatku yang rajin dan serba teratur. Aku suka membuat daftar pelajaran, anggaran uang jajan, atau daftar belanja. Aku tergila-gila pada pengelompokan. Di kamarku ada kotak-kotak khusus untuk kaset dengan aliran musik berbeda. Aku bahkan tahu baju apa yang akan kupakai hari Jumat dua minggu mendatang. Kata Ibu, “Kau lebih cocok jadi sekretaris ketimbang dokter.”

Selepas sekolah menengah aku pun masuk Akademi Sekretaris. Separuh alasanku adalah ingin memaksimalkan potensiku, separuhnya lagi adalah karena untuk menjadi dokter aku harus menyukai biologi, sedangkan satu-satunya yang kusukai dari pelajaran itu adalah klasifikasi tumbuhan dan binatang. Lagi-lagi pengelompokan dan keteraturan. Pada akhirnya kusadari pilihanku belajar di Akademi Sekretaris tidak salah karena aku lulus dengan nilai-nilai gemilang.

Aku hidup di gua-gua pekat malam, terselimuti kabut abu-abu, tak kenal pagi dan embun. Aku tak berani menantang cahaya karena aku tak seperti kalian semua. Aku terobsesi merah. Merah yang tergenang menganak sungai beraroma ikan segar.

Aku haus darah.

Aku kupu-kupu hitam bersayap beludru, terbang ke dalam lorong-lorong dan terseret dengan pusaran malam. Ia tak tahu penderitaanku, eranganku, gairahku. Ia menutup semua jendela untuk mengusirku yang terseok kehausan.

Kini aku bekerja di sebuah perusahaan jasa konsultan. Aku selalu menyetrika jas kerja dan rokku licin-licin agar terlihat serasi dengan sejuknya lantai mahogani kantorku dan dindingnya yang bernuansa cokelat susu. Cokelat adalah warna klasik yang selalu terlihat elegan. Ingin terlihat lebih profesional? Pakailah cokelat atau hitam. Lucu, dulu kupikir warna gelap hanya untuk kekuatan jahat dan warna terang untuk kebaikan.

Kadang aku mencari tikus atau anjing atau apa saja. Aku terlalu lemah untuk membuka mata. Tak bisa bertahan, aku begitu haus. Ah, andai aku bisa menukar jiwaku dengan

Darah!

Jabatanku di sini adalah sekretaris manajer pemasaran. Meja kerjaku tertata rapi tepat di luar ruangan bosku. Namanya Irwan. Ia muda, tampan, kaya, cerdas. Tentu saja ada satu kelemahannya: beristri. Baginya ini kelemahan karena ia harus mati-matian menutupi hubungannya dengan beberapa perempuan (setidaknya begitu yang kudengar di hari pertamaku bekerja). Bagiku ini juga kelemahan karena aku harus berusaha menjaga jarak mengingat intensitas interaksiku setiap hari dengannya yang mungkin bisa menjerumuskan. Aku pernah mendengar tentang perilaku seks di dunia kerja, tapi aku tidak pernah berselera melanggar kode etik dan norma-norma.

Irwan terlahir dari keluarga kaya dan ini membuatku memaklumi sikapnya yang senang bermain-main dengan kekuasaan. Ia sering memberiku tugas di luar yang seharusnya, seperti memintaku membuat surat-surat permohonan untuk proyek sampingannya di luar kantor. Pernah pula aku keluar kantor hanya untuk membayar tagihan-tagihan kartu kreditnya. Aku tahu aku berhak protes, tapi untuk sementara ini aku memilih diam sambil mengevaluasi sejauh mana ia bersikap tidak profesional.

“Ada acara sesudah jam kantor?”

Aku mengangkat kepalaku. Hari itu Irwan memakai dasi merah yang menyembul dari balik jas hitam konservatifnya. Ada yang sangat salah dengan dasi itu. Mungkin warnanya yang kelewat terang, sungguh tidak cocok dengan atmosfer kerja yang penuh warna-warna dingin.

Merah berhawa panas. Merah kadang menggumpal lengket dan tersangkut seperti permen karet. Merah menuntut pengakuan, peng-aku-an, tak bisa menunda, tak bisa luruh di saluran pembuangan.

“Saras?”

Aku menggeleng.

“Kalau begitu temani saya minum kopi.”

Jika bekerja untuk seseorang, kita akan terbiasa dengan kalimat imperatif.

Aku pun berusaha menerka makna lain di balik minum kopi. Yang ia maksud tentunya berada di ruangan ber-AC sambil menikmati kopi tak berampas dalam cangkir, bukan minum segelas kopi tubruk di warung. Yang ia maksud tentunya berada di kelas tertentu, dengan tujuan tertentu, menjalin relasi atau networking mungkin. Menarik sekali untuk perkembangan karierku, tapi mari kutegaskan lagi kalau aku tidak tertarik memperdalam relasi dengan laki-laki beristri.

Munafik.

Apakah ada konsekuensi logis jika aku menolak?

Ia menginginkan lelaki itu, tapi tak mau jadi orang pertama yang disalahkan.

“Dirut minta laporan khusus yang harus selesai besok,” katanya. “Ini pekerjaan ekstra buat saya, jadi saya harap kamu bisa membantu.”

Irwan seperti membaca keraguanku dan mencoba menekankan bahwa ajakannya bersifat rasional dan profesional, bukan sensual ataupun seksual. Setelah menimbang-nimbang, kuputuskan untuk pergi bersamanya.

Ah! Ah! Aku saudara yang berbagi hangat denganmu di tempat merah sempit itu. Aku tahu di sekolah menengah kau membaca buku porno murahan tentang sekretaris yang masuk ke ruangan bosnya tanpa celana dalam. Kau perempuan murah rekah

Ayo marah! Tidakkah kau impikan semua kebinatangan di balik rokmu yang beradab?

Maka, pergilah kami ke sebuah kafe yang memutar musik jazz tahun 50-an. Bernaung cahaya redup, kami duduk di sofa beludru merah yang begitu besar sehingga aku merasa bisa tenggelam di dalamnya. Jika tak ada kopi, mungkin aku akan mengantuk. Mengapa Irwan memilih tempat seperti ini untuk membicarakan proyek kantor?

Rumah bordil—

Kupu-kupu seperti aku memang senang remang-remang, bayang-bayang, halusinasi. Rumah meriah di dalam hutan segala serigala. Kau tak akan tahu apa pun sebelum masuk ke dalam.

Kami berbincang selama dua jam, espresso berganti capuccino. Setengah jam ia membahas laporan khususnya. Ella Fitzgerald masih merayu dengan suara emasnya, tapi aku menyimak dan mencatat seperti layaknya sekretaris profesional. Lantas kudengar ia bertanya,

“Kamu masih tinggal dengan orangtuamu?”

Aku tertegun, lalu kukatakan aku tinggal sendirian. Orangtuaku berada di luar kota dan aku anak tunggal. Ia bercerita bahwa ia juga begitu.

Kemudian dimulailah ritual yang berbahaya itu: cerita klise tentang perkawinan yang tidak bahagia. Bahwa istrinya sibuk mengejar ambisinya sendiri, bahwa tak ada anak yang mengikat kedekatan mereka.

Aku harus mengakhiri semua ini. Ia tengah mencari mangsa.

Aku juga. Adakah yang rela menyerahkan jiwa?

“Aku harus kembali ke rumah,” aku memutuskan.

Hari belum terlalu malam, tapi Irwan ingin mengantarku pulang. Kukatakan tidak perlu, tapi ia memaksa.

Oke, sampai di luar pagar.

Laki-laki itu tahu kau tinggal sendirian.

Kau dan aku memang makhluk-makhluk kesepian. Aku si pengisap penyedot kehidupan yang sekarat karena merah sudah nyaris habis punah berhenti titik.

Ia bertanya padaku apakah ia bisa ke kamar mandi. Jadi, aku biarkan ia masuk.

Masuklah, masuklah ke dalam pagar wahai para pencuri. Mari berlompat-lompatan, jangan mengendap-endap. Lihat apa yang bisa kau cicipi di kebun buah. Aku ikut karena aku juga pencuri, pencuri hidup dan mati, dan ’kan kujadikan kau

hantu.

Lalu ia duduk di kursi rotan konvensionalku, minum segelas air putih. Dibukanya satu kancing kemejanya dan dilonggarkannya dasinya — dasi yang benar-benar salah.

Lihatlah leher laki-laki itu. Sukakah kau pada es krim vanila? Kecap kebekuannya dengan lidahmu dan ia akan lumer dalam mulut.

Aku mendengarnya memanggil namaku. Ia seperti bergumam, tapi aku menangkap kata-kata terakhirnya,

“Sebetulnya kita sudah saling tahu apa yang terjadi.”

Aku gemetar. Tiba-tiba kusadari ketakutan terbesarku terjadi. Aku pernah membayangkannya dan karena aku sangat profesional aku tahu aku harus mendorongnya dengan tegas, mengusirnya bila perlu.

Tapi aku merasa ia semakin mendekatkan tubuhnya padaku. Aku bisa mencium minyak wangi bercampur aroma rokok yang menempel di rambutnya yang tercukur rapi. Aku seperti—

Tersedot?

Di pucuk es krim ada ceri bulat mengilat. Buah menggoda, menantang bahaya. Akankah aku jatuh? Tapi aku begitu menginginkannya. Aku si pengisap penyedot kehidupan.

Lehernya begitu indah. Dan aku begitu haus

Darah.

Jam 6.30 pagi. Ponsel berbunyi.

“Halo, Saras?” suara wanita di ujung sana. “Jangan lupa nanti ingatkan bosmu untuk rapat dengan klien jam 11. Ini berarti semua materi presentasi harus sudah siap. Dia sudah memintamu menyiapkannya, ’kan?”

“Ia tidak pergi kerja hari ini.”

Bacalah ia dari belakang dan kau akan menemukan aku.

Jakarta, Juni 2004


 

1.      Pendahuluan

 

           Menurut  Teew (Rokhmasyah, 2010) menyebutkan bahwa “ pendekatan truktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama  menghasilkan makna menyeluruh. Kemudian diperjelas lagi oleh Abidin (2018:25) yang menyebutkan bahwa apabila yang diteliti itu karya sastra prosa, maka yang harus dikaji dan diteliti itu adalah aspek membangun karya sastra itu, seperti, tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, sudut pandang, dan lain-lain. Kaum strukturalisme memandang bahwa karya sastra bersifat otonom dan memiliki bentuk yang terdiri atas unsur-unsur yang mempunyai fungsi, tersusun secara berkaitan dan terpadu serta utuh mendukung keseluruhan karya sastra. Oleh sebab itu, analisis struktural dalam sebuah karya sastra perlu dikaji secara mendalam agar memudahkan pembaca dalam memahami isi dari suatu karya, tidak hanya sebatas tahu saja, namun mendalami secara kompleks struktur karya tersebut.

 

2.      Struktur dalam Cerpen Vampir-Intan Paramadhita

          

           Sesuai yang telah dijelaskan dalam pendahuluan terkait pengertian strukturalisme oleh Abidin (2018:25) yang menyebutkan bahwa apabila yang diteliti itu karya sastra prosa, maka yang harus dikaji dan diteliti itu adalah aspek membangun karya sastra itu, seperti, tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, sudut pandang, dan lain-lain. Namun dalam buku teori fiksi karya Robert Stanton struktur karya fiksi dijelaskan lebih kompleks lagi. Cerpen Vampir-karya Intan Paramadhita dalam buku teori Robert Stanton merupakan golongan fiksi serius, mengapa demikian, dikarenakan fiksi serius memerlukan ‘pembacaan kembali’ karena di dalam karya tersebut tersembunyi banyak makna yang tidak bisa dipahami hanya sekali baca. Sehingga perlu kecermatan dan pemahaman sedikit demi sedikit. Berikut analisis strutural dalam cerpen Vampir karya Intan Paramadhita.

     2.1. Fakta-fakta Cerita

     Struktur faktual bukanlah bagian terpisah dari sebuah cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita yang disorot dari satu sudut pandang. Tidak seharusnya menghakimi sebuah cerita dengan mengatasinya tidak realistis hanya karena situasi – situasi karakter – karakter,dan latar – latarnya tidak ‘tipikal’ atau tidak ‘seperti kebanyakan’.Realitas dijejali berbagai hal – hal aneh, sifat ‘umum’ hanyalah generalisasi saja. Adapun bagian dari Fakta-fakta cerita di antaranya adalah karakter, alur dan latar. Berikut penjelasannya.

2.1.1. Karakter

            Karakter atau yang biasa disebut dengan tokoh-penokohan biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu – individu yang muncul dalam cerita seperti ketika ada orang yang bertanya; “Berapa karakter yang ada dalam cerita itu?”.  Konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu – individu tersebut seperti yang tampak implisit pada pertanyaan;” menurutmu,bagaimanakah karakter dalam cerita itu?” Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu ‘karakter utama’ yaitu karakter yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita.

            Penokohan dalam cerita ada tiga macam, yaitu tokoh protagonist, antagonis, dan tritagonis. Tokoh protagonis yaitu tokoh utama yang memiliki karakter baik, disukai, dan diidolakan pembaca atau pendengaran. Tokoh antagonis yaitu tokoh yang memiliki perwatakan atau karakter tidak baik, jahat, dan dibenci pembaca dan pendengarnya. Tokoh tritagonis yaitu tokoh pembantu yang bersifat netral dan penengah, baik bagi tokoh antagonis maupun protagonis. Terkadang pengarang dengan sengaja menyisipkan sifat, perilaku dan nilai moral pada tokoh rekaan biasannya disebut dengan metode karakterisasi atau penokohan. Pada umumnya teknik karakterisasi atau penokohan yang disesuaikan dengan peranan tokoh tersebut, misalkan pengkarakteristikan terhadap tokoh protagonist dan penokohan terhadap tokoh antagonis.

Melalui metode karakterisasi atau penokohan, pengarang dapat menggambarkan sifat dan perilaku para tokoh agar pembaca dapat memahami karakter dari setiap tokoh yang dihadirkan dalam suatu karya sastra. Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam karya sastra dapat dibedakan menjadi dua teknik yaitu teknik ragaan dan pelukisan secara langsung atau analitis (Telling) dan teknik ragam atau teknik pelukisan secara tidak langsung atau juga sering disebut teknik dramatik (Showing). Ada beberapa tokoh yang diperankan dalam cerpen Vampir, sebagai berikut.

2.1.1.1. Saras

Saras dalam cerpen Vampir adalah tokoh utama. Namun kepribadian Saras tidak bisa dilihat dari sudut pandang protagonis maupun antagonis, karena hal tersebut tergantung pada presepsi pembaca, apakah tokoh Saras ini protagonis atau antagonis?  Tetapi dapat dilihat dalam cerpen tersebut bahwa Saras memiliki sifat yang pintar  pekerja keras, baik hati, profesional dan selalu patuh pada atasannya. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam kutipan Pada akhirnya kusadari pilihanku belajar di Akademi Sekretaris tidak salah karena aku lulus dengan nilai-nilai gemilang. kutipan tersebut membuktikan jika Saras tokoh yang pintar, dia mampu meraih nilai-nilai gemilang.

 Kemudian kutipan lain Kini aku bekerja di sebuah perusahaan jasa konsultan. Aku selalu menyetrika jas kerja dan rokku licin-licin agar terlihat serasi dengan sejuknya lantai mahogani kantorku dan dindingnya yang bernuansa cokelat susu. Cokelat adalah warna klasik yang selalu terlihat elegan. Ingin terlihat lebih profesional? Pakailah cokelat atau hitam. Lucu, dulu kupikir warna gelap hanya untuk kekuatan jahat dan warna terang untuk kebaikan.

Menunujukkan jika tokoh Saras profesional dan mengutamakan penampilannya. Dan dia selalu patuh pada atasannya, terbukti pada kutipan Ia sering memberiku tugas di luar yang seharusnya, seperti memintaku membuat surat-surat permohonan untuk proyek sampingannya di luar kantor. Pernah pula aku keluar kantor hanya untuk membayar tagihan-tagihan kartu kreditnya. Aku tahu aku berhak protes, tapi untuk sementara ini aku memilih diam sambil mengevaluasi sejauh mana ia bersikap tidak profesional.

Namun sangat disayangkan jika tokoh Saras ini juga memiliki kelemahan yakni mudah terpengaruh atau terhasut, hal tersebut dibuktikan ketika atasannya Irwan sengaja mengajaknya lembur padahal dalam maksud lain, tokoh Saras mau menyanggupi dan justru melayaninya.

2.1.1.2. Vampir

 

            Vampir merupakan sosok lain dari tokoh utama, dan vampir ini memiliki watak Vampir memiliki sisi gelap, yang haus darah, namun rapuh karena selalu di diskriminasi. Dia memiliki watak yang ambisius, seperti dalam kutipan Aku hidup di gua-gua pekat malam, terselimuti kabut abu-abu, tak kenal pagi dan embun. Aku tak berani menantang cahaya karena aku tak seperti kalian semua. Aku terobsesi merah. Merah yang tergenang menganak sungai beraroma ikan segar. Aku haus darah.

Kami datang dari tempat yang sama, sempit, gelap, basah, merah. Tapi ia tak menginginkanku karena ia kira aku menyusu ibu serigala. Dalam kutipan tersebut juga membuktikan jika Vampir merupakan sosok yang rapuh dan kesepian.

2.1.1.3. Irwan

            Irwan merupakan tokoh pendukung dalam cerpen tersebut-dan bisa dibilang sebagai tokoh antagonis, dikarenakan sosok Irwan yang tidak profesional, sewenang-wenang atau suka menyalahgunakan kekuasaan, dan tidak setia. Seperti pada kutipan Irwan terlahir dari keluarga kaya dan ini membuatku memaklumi sikapnya yang senang bermain-main dengan kekuasaan.

 

 

2.2.1. Plot atau Alur

            Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kasual saja. Peristiwa kasual merupakan peristiwa yang menyebabkan atau mejadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya.               (Staton, 2001:26). Peristiwa sendiri merupakan perpindahan satu kadaan ke keadaan lain. dengan adanya alur dapat memuculkan berbagai macam peristiwa. Alur juga memiliki struktur yaitu awal tengah akhir. Dua elemen yang membangun alur adalah ‘konflik’ dan ‘klimaks’. Setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki ‘konflik internal’ (yang tampak jelas) yang hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter dengan lingkungannya.

Cerpen vampir karya intan ini memiliki plot maju, dimana Cerpen ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama Saras yang berusaha mengejar masa depannya, namun dia malah bekerja sebagai sekretaris menajer pemasaran bernama Irwan. Namun, Irwan sering bersikap tidak profesional dengan menyuruhnya melakukan hal-hal di luar pekerjaan. Salah satunya meminta Saras menemaninya minum kopi malam itu. dan malam itu yang ditakutkan Saras pun terjadi, dia tidak bisa mengendalikan dirinya.

     Cerpen ini menggambarkan posisi perempuan yang merasa tertindas oleh kekuasaan dan diskriminasi minoritas, seperti yang di rasakan dalam sudut pandang si vampir. Saras dan Vampir sama-sama tertekan oleh keadaan, vampir juga menggambarkan hasrat terpendam perempuan dan sisi gelap darri perempuan. Yang menarik cerpen ini membuat pembaca bertanya, apakah dengan kekuasaan bisa mengatur bawahannya hingga seperti itu? dan apakah perempuan bisa dikendalikan dengan mudah oleh kekuasaan?

 

            2.1.3. Latar

            Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar juga dapat berwujud waktu. (Stanton, 2007:35). Latar dibagi mejadi tiga macam yaitu latar tempat, waktu dan sosial atau suasana. Latar tempat yaitu dimana peristiwa itu terjadi misalnya di kamar, di sekolah, dan sebagainya. Latar waktu adalah kapan peristiwa itu terjadi misalya di siang hari. Latar sosial atau suasana yaitu keadaan yang sedang terjadi yang berhubungan dengan peritiwa sosial misalnya suasana mencekam. Latar merupakan salah satu struktur yang sangat penting, suatu karya pasti memiliki latar yang berbeda-beda tergantung peristiwa.

     Latar dalam cerpen ini adalah sebagai berikut, Latar Ruang dalam cerpen tersebut terjadi ddi sebuah perusahaan dan juga di rumah Sarah.  Seperti dalam kutipan, Jabatanku di sini adalah sekretaris manajer pemasaran. Meja kerjaku tertata rapi tepat di luar ruangan bosku. Latar Waktu, terjadi siang-malam hari. Dimana tokoh Saras bekerja pada siang hari dan melayaani Irwan pada malam hari.

     Cerpen itu menggambarkan  Peristiwa yang  bisa terjadi kapanpun, karena sampai sekarang, eksploitasi pekerja seks wanita masih tinggi, jadi, pengarang terinspirasi dari kejadian-kejadian itu, sehingga pegarang menjadi tertarik untuk menceritakan sisi gelap dari seorang wanita.

 

 

       2.1.4. Sarana-Sarana Sastra

 

       Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. (Staton, 2007:46). Beberapa sarana dapat ditemukan dalam setiap cerita seoerti konflik, klimaks, tone, gaya, dan sudut pandang. Sarana yang jarang ditemukan pada sebuah cerita biasanya seperti simbolis.sarana-sarana paling signifikan di antara berbagai sarana yang kita kenaladalah karakter utama, konflik utama, dan tema utama.

 

        2.1.4.1. Sudut Pandang

 

Terkadang sudut pandang digambarkan melalui dua cara yaitu ‘subyektif’ dan ‘obyektif’. Dikatakan subyektif ketika pengarang langsung menilai atau menafsirkan karakter seperti yang dapat kita saksikan lewat Vanity Fair karya Thackeray; “Had there been some kind gentle soul near a hand who could end and appreciate this silent generous heart, who knows but that reign of Amelia might have been over, and that friend Willia’s love might have flowed into a kinder channel?” ‘Capur tangan pengarang’ ( biasanya disebut dengan istilah ini ) seperti pada kutipan diatas sangat dihindari ketika sudut pandang bersifat obyektif.

 

Dalam cerpen Vampir karya Intan Paramadhita ini memiliki sudut pandang yang sangat epik atau menarik, Dalam satu cerpen penulis dapat menyampaikan dua sudut pandang sekaligus yakni sudut pandang sarah yang terdesak karena keadaan dan membiarkan hasratnya menuruti kemauan atasan, juga sudut pandang vampir yang terkucilkan dan selalu menuruti hasratnya untuk menghisap darah.  

Sudut pandang yang digunakan pengarang ialah sudut pandang orang pertama, namun ada dua tokoh utama di dalamnya, sosok ‘aku’ bisa menjadi Saras dan juga ada sosok ‘aku’ dari si Vampir. Jadi dalam cerpen ini sangatlah unik karena pengarang bisa memanfaatkan dua tokoh sekaligus dalam satu sudut pandang. Kenapa pengarang membuat dua tokoh dalam satu sudut pandang? Karena karakter Saras dan Vampir itu persis, jadi pengarang mengibaratkan si ‘Saras’ ini sama halnya dengan si ‘Vampir’.

 

 

       2.1.4.2. Judul

 

Kita mengira bahwa judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keeduanya membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketiak judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu seperti dalam the great Gatsby atau wuthering heights. Sebuah judul juga mempunyai tingkatan makna. Banyak judul fiksi yang mengandung alusi (baik dari sastra atau bukan) seperti the graphes of wrath (diambil dari the battle hymn the republic), the sun also rises (diambil dari injil), dan tender is the night ( dari orde to a nightingale karya keats). Intinya judul adalah kepala karya, atau inti yaang akan di sampaikan dalam karya tersebut baik tersirat maupun tersurat.

 

            Pada cerpen Vampir karya Intan  mengapa memiliki judul Vampir? Padahal di dalamnya lebih menceritakan kisah Saras. Memang benar tokoh utama dalam cerpen tersebut mungkin Saras, namun, karakter Saras ini sangat identik dengan karakter Vampir, jadi pengarang ingin menggaris bawahi kehidupan sosial Saras yang gelap sebagai wanita yang kehilangan harga diirinya sama seperti Vampir yang digambarkan hidup dalam kegelapan, terkucilkan dan haus akan darah. Makna dari pesan di dalam cerpen tersebut sudah terangkum secara tersirat dalam satu judul yakni ‘Vampir’

 

2.1.4.3. Gaya Bahasa dan Tone

       Dalam sastra, gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Meski pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama, hasil tulisan keduanya bia sangat berbeda. Perbedaantersebut secara umum terletak pada bahasa  dan menyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang-pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora (Staton, 2007:61). Biasanya pengarang memiliki gaya bahasanya sendiri-sendiri atau sering disebuat sebagai ciri khas.  Ernest Hemingway dikenal dengan gaya bahasanya yang lugas, kering, kongkret, simple, dan langsung. Sedangkan Henry James, ia lebih sering menggunakan kalimat-kalimat panjang yang rumit dan dipenuhi detail di sana-sini. Lain halnya dengan tone. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita (Staton, 2007:63)

       Gaya bahasa yang digunakan  dalam Cerpen Vampir, lugas, tidak berbelit-belit, penyampaiannya tampak begitu natural tidak terkesan dibuat-buat. Dan penulis merangkai dua sudut pandang sekaligus dalam bahasa yang benar-benar ringan, dengan simbol-simbol yang mudah dipahami pembaca.

 

2.1.5 Simbolisme

      

       Simbolisasi atau simbol berwujud detail-detail konkret dan faktual dan memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca.simbol dapat berwujud apa saja , dari sebutir telur hingga hingga latar cerita seperti satu objek, beberapa objek bertipe sama, sunbtansi fisis, bentuk, gerakan, warna, suara, atau keharuman. Semua hal tersebut dapat menghadirkan satu fakta terkait kepribadian seseorang manusia, ambisi yang semu, kewajiban manusia, romantisme masa muda (Staton, 2007:64-65).

       Simbol dalam Cerpen Vampir adalah, ‘vampir’ dalam cerpen tersebut menyimbolkan sosok yang ditakuti, dijauhi dan sosok gelap yang tertekan oleh keadaan. //Kami datang dari tempat yang sama, sempit, gelap, basah, merah. Tapi ia tak menginginkanku karena ia kira aku menyusu ibu serigala//  kutipan tersebut menyimbolkan sisi gelap dari seorang wanita, yang sebelumnya memiliki label buruk di mata masyarakat sehingga dia mengklaim dirinya sendiri menjadi apa yang ada dalam citra masyarakat, serigala adalah hewan buas yang menggambarkan sosok laki-laki yang penuh dengan nafsu. //Hari itu Irwan memakai dasi merah yang menyembul dari balik jas hitam konservatifnya.// Dalam kutipan tersebut ada simbol dengan kata ‘merah’ merah dalam cerpen tersebut melambangkan kegairahan yang berlebihan.

 

2.1.6. Tema

Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ‘makna’dalam pengalaman manusia ; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman bagitu diingat. Tema juga disebut sebagai pernyataan generalisasi, akan sangat tidak tepat diterapkan untuk cerita-cerita yang mengolah emosi karakter-karakternya. Tema biasanya disebut juga gagasan utama dan maksud utama, tergantung pada konteks. Cara paling efektif untuk mengenali sebah tema karya adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada didalamnya.

Tema ddalam cerpen Vampir mengambil tema sosial karena menitikberatkan pada permasalahan sosial yang dihadapi wanita. Seperti yang sudah dijelaskan jika Cerpen ini menggambarkan posisi perempuan yang merasa tertindas oleh kekuasaan dan diskriminasi minoritas, seperti yang di rasakan dalam sudut pandang si vampir. Saras dan Vampir sama-sama tertekan oleh keadaan, vampir juga menggambarkan hasrat terpendam perempuan dan sisi gelap darri perempuan. Seperti yang ada dalam kutipan Jabatanku di sini adalah sekretaris manajer pemasaran. Meja kerjaku tertata rapi tepat di luar ruangan bosku. Namanya Irwan. Ia muda, tampan, kaya, cerdas. Tentu saja ada satu kelemahannya: beristri. Baginya ini kelemahan karena ia harus mati-matian menutupi hubungannya dengan beberapa perempuan (setidaknya begitu yang kudengar di hari pertamaku bekerja). Bagiku ini juga kelemahan karena aku harus berusaha menjaga jarak mengingat intensitas interaksiku setiap hari dengannya yang mungkin bisa menjerumuskan. Aku pernah mendengar tentang perilaku seks di dunia kerja, tapi aku tidak pernah berselera melanggar kode etik dan norma-norma.// Kupu-kupu seperti aku memang senang remang-remang, bayang-bayang, halusinasi. Rumah meriah di dalam hutan segala serigala. Kau tak akan tahu apa pun sebelum masuk ke dalam.// kupu-kupu dalam kalimat tersebut menjadi kiasan bagi wanita yang bekerja untuk memenuhi hasrat duniawi laki-laki, dan laki-laki digambarkan sebagai sosok serigala.

 

2.2. Tipe Fiksi

            Novel, cerpen, dan novella merupakan kategorisasi formal. Untuk para kritisi kategori-lategori tersebut akan sangat berguna ketika mereka berusaha menjelaskan sebuah karya. Bagi para pembaca pengetahuan ini akan sangat membantu, terutama ketika mereka berusaha mengenali maksud utama sebuah karya sehingga yang besangkutan dapat memahami dan menikmatinya

Tipe fiksi dalam cerpen Vampir yakni  alegori dan simbolisme. Alegori berbeda sifat dengan realism karena acap mengetenhkan peistiwa-peristiwa yang tidak mungkin terjadi. Alegori adalah pengertian implicit tentang politik, agama, moralitas, atau topic-topik lain yang telah didramatisasi sedemikian rupa. Walaupun peyataan semacam ini kerap dijadikan karya-karya nonalegoris, alegori tetap memilki karakter kusus. Alegori dan simbolisme tidak pernah dapat benar-benar dibedakan (dalam konteks keduanya sebagai genre fiksi dan bukan pianti kesastraan). Dalam alegori selalu terdapat hubungan satu lawan satu antar tokoh-tokoh tertentu dengan maknanya atau dengan kata lain, setiaap tokoh dalam alegori mengacu pada makananya sendiri-sendiri. Dalam simbolisme, setiap tokoh simbolis selalu bermakna ambigu dan kompleks, maknanya tidak dapat dipastikan satu lawan satu seperti dikatakan dalam  alegori.

       Intinya, karena alegori merupakan pernyataan implisit yang menyangkut politik, agama, moralitas dan topik-topik lain yang didramastiskan. Dan dalam cerpen ini menyinggung topik tentang moralitas dari seorang pemimpin perusahaan bernama Irwan dan moral dari seorang perempuan bernama Saras. Kemudian simbolisme-tokoh vampir yang seolah hidup didalam cerpen menyimbolkan karakter dari seorang bernama Saras.

 

3.      Penutup

                 Dalam cerpen karya Intan Paramadhita-Vampir memiliki kekhasan tersendiri, yang sangat menonjol dari cerpen tersebut adalah sudut pandangnya. Dalam satu cerpen penulis dapat menyampaikan dua sudut pandang sekaligus yakni sudut pandang sarah yang terdesak karena keadaan dan membiarkan hasratnya menuruti kemauan atasan, juga sudut pandang vampir yang terkucilkan dan selalu menuruti hasratnya untuk menghisap darah.

 

     Alurnya yang tampak penuh dengan sindiran halus untuk permasalahan sosial saat ini yang menyangkut harga diri wanita benar-benar menari untuk dibaca, bahkan bisa menjadi bahan penelitian sastra, dan pembaca juga tidak bosan untuk membacanya berulang kali.

 


 

Daftar Pustaka

 

Stantos, Robert. 1965. An Introduction to fiction. New York: Holf, Rinehart an

Winson. Terjemahan Bahasa Indonesia: Teori Fiksi. 2007. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.           

Janatin. 2019. “Teori struktural Robert Stanton”             https://www.academia.edu/32302589/Teori_Struktural_Robert_Stanton.    Diunduh pada 6 Juni 2020

Fahrul, Azis. 2019. “Tentang teori pendekatan struktural” dalam             https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/fahrulrojo/5d3  9e3d20            d823048a61575b2/teori-dan-pendekatan-struktural. Diunduh pada     6 Juni 2020

 

Komentar

Populer

Analisis Puisi “ IBU” Karya D. Zawawi Imron

  “ IBU” Karya D. Zawawi Imron   Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau Sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting Hanya mata air air matamu ibu, yang tetap lancar mengalir Bila aku merantau Sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku Di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan Lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar Ibu adalah gua pertapaanku Dan ibulah yang meletakkan aku di sini Saat bunga kembang menyerbak bau sayang Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi Aku mengangguk meskipun kurang mengerti Bila kasihmu ibarat samudera Sempit lautan teduh Tempatku mandi, mencuci lumut pada diri Tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh Lokan-lokan, mutiara dan kembaang laut semua bagiku Kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan Namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu Lantaran aku tahu Engkau ibu dan aku anakmu Bilaa berlayar lalu datang angin sakal Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

ANALISIS PUISI WS RENDRA 'Orang-orang miskin'

  Orang-Orang Miskin karya : WS Rendra Orang-orang miskin di jalan, yang tinggal di dalam selokan, yang kalah di dalam pergulatan, yang diledek oleh impian, janganlah mereka ditinggalkan. Angin membawa bau baju mereka. Rambut mereka melekat di bulan purnama. Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala, mengandung buah jalan raya. Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa. Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya. Tak bisa kamu abaikan. Bila kamu remehkan mereka, di jalan  kamu akan diburu bayangan. Tidurmu akan penuh igauan, dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka. Jangan kamu bilang negara ini kaya karena orang-orang berkembang di kota dan di desa. Jangan kamu bilang dirimu kaya bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya. Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu. Dan perlu diusulkan agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda. Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa. Orang-orang miskin di jalan masuk ke dalam tidur mala

Tentangku dan Rasa

Source pic by : pinterest Dulu aku sempat berpikir jika manusia memang terlahir dengan kesempurnaan mereka masing-masing. Namun pada akhirnya aku menyadari, jika tidak ada satu orang pun yang memiliki kesempurnaan sedetil-detilnya. Jika memikirkan kita terlahir sempurna itu termasuk pelanggaran ketaqwaan kepada sang pencipta. Maka berlagak seolah kita sempurna adalah pelanggaran terbesarnya. Maka dari itulah, kehidupan ku yang porak poranda. Jiwaku yang terkekang, dan hatiku yang lama mati rasa, adalah bentuk dari ketidak sempurnaan yang di berikan oleh-Nya. Rasanya berat berbagi serpihan kisah ini, dan menuangkan kisahnya dalam bentuk tulisan. Namun, ku kuatkan tekadku untuk menceritakannya. Karena bagiku, ini bukanlah kisah dramastis ala bollywood maupun drama korea yang penuh dengan fantasi. Kisah ini, ku tuangkan penuh ketulusan, dan rasa syukur karena ku harap dapat menginspirasi semua orang. Aku bukanlah gadis periang yang acuh terhadap semua cobaan, aku kera

Analisis Intertekstual Puisi ‘Malin Kundang ’ Karya Joko Pinurbo

  MALIN KUNDANG Puisi Joko Pinurbo Malin Kundang pulang menemui ibunya yang terbaring sakit di ranjang. Ia perempuan renta, hidupnya tinggal menunggu matahari angslup ke cakrawala.   “Malin, mana istrimu?” “Jangankan istri, Bu. Baju satu saja robek di badan.” Perempuan yang sudah tak tahan merindu itu seakan tak percaya. Ia menyelidik penuh curiga.   “Benar engkau Malin?” “Benar, saya Malin. Lihat bekas luka di keningku.” “Tapi Malin bukanlah anak yang kurus kering dan compang-camping. Orang-orang telah memberi kabar bahwa Malin, anakku, akan datang dengan istri yang bagus dan pangkat yang besar.” “Mungkin yang Ibu maksud Maling, bukan Malin.” “Jangan bercanda, mimpiku telah sirna.”   Walau sakit, perempuan itu memberanikan diri bertanya: “Ke mana saja engkau selama ini?” “Mencari ayah di Jakarta.” Lalu kata ibu itu: “Ayahmu pernah pulang dan aku telah sukses mengusirnya.”   “Benar engkau Malin?” Ibu itu masih juga sangsi. Dan ana

Boneka 1

    14 Juni 2006. Hari ulang tahunku yang ke-5, Ibu diam-diam memberiku boneka berbentuk hati berwarna merah, dan meletakkan di tepi ranjangku. Aku senang, sampai sekarang boneka itu masih bertengger manis di ranjangku.      14 Juni 2007. Hari ulang tahunku yang ke-6, Ayah mengajakku pergi ke plaza, tanpa Ibu, hanya ada aku dan adikku. Aku senang, karena setelah satu tahun aku akhirnya bertemu Ayah, dia mengingat hari ulang tahunku, dan memberiku boneka anjing dan domba.     14 Juni 2008. Tidak ada lagi yang memberiku boneka.  Mungkin kamarku sudah penuh boneka, jadi boneka tidak diperlukan lagi.      14 Juni 2009. Tidak ada lagi laki-laki itu...kemana hilangnya?  Lagi-lagi aku hanya bisa bilang "entah"     14 Juni 2010. Aku diperkenalkan dengan orang asing, yang harus ku sebut dengan sebutan "Ayah" Baiklah.      14 Juni 2011. Ibuku seperti orang asing. Aku tidak begitu dekat  dengannya. Bahkan saat didekatnya, hanya ada rasa takut menjalariku.