Langsung ke konten utama

Kemilau Cinta Rembulan



Hawa dingin pagi ini sungguh menusuk kulitku, membuat tubuhku menggigil dan menggetarkan seluruh rahangku. Jaket tebal yang  ku kenakan rasanya kurang melindungiku dari serangan hawa dingin ini.

Pergi ke sekolah sepagi ini memang sudah menjadi rutinitasku, ku lirik sejenak arloji yang melingkar di pergelangan tanganku. Pukul 06.00, orang-orang mungkin berpikir jika aku ini buta waktu, atau aku terlalu rajin. Jika bukan tuntutan jarak yang cukup jauh ditambah tak adanya kendaraan pribadi yang ku miliki, jadi, harus ku bela-belakan berjalan kaki sampai ke halte di perempatan jalan.

Drap...drap.. terdengar suara langkah kaki seseorang yang sedang mengejarku.     
“ Wulan tunggu aku!” sontak aku menoleh dan berhenti begitu mendengar suara nyaring yang tak asing lagi di telingaku.

“ Jessy. Jangan berlari, nanti kau bisa jatuh!” Omelku, Jassy sepertinya tak mendengar suaraku yang pelan.

“ Hufh... lelah sekali rasanya. Heyy kenapa kau meninggalkanku!” Bentak Jessy padaku, aku sudah biasa diseperti itukan jadi jangan kaget yah.

“ Ku pikir hari ini kau akan berangkat bareng Ayah, jadi aku pergi duluan saja.” Jawabku, aku hanya bisa mengatakan itu.

Jessy adalah saudari tiriku, lebih jelasnya aku adalah anak yang kurang beruntung karena perceraian kedua orang tuaku. Disisi lain ada keinginanku, dan disisi lain ada aturan Ayahku yang menginginkanku untuk tinggal bersama Ayah dan juga istri barunya. Terpaksa aku harus tinggal jauh dari Ibuku, aku merindukannya.

Tapi tenanglah, hidupku tidak seburuk kisah ‘Cinderela’ ataupun ‘Bawang Merah dan Bawang Putih. Ibu tiriku wanita yang baik, meski terkadang pelit tapi dia tidak pernah menyiksaku seperti apa yang ada di dongeng-dongeng. Dan Jessy saudari tiriku juga tak seburuk Bawang Merah, dia hanya sedikit keras kepala dan egois, namun sebenarnya dia baik kok, kita juga akur seperti  kakak beradik.

***
“ Wulan... kau tahu hari ini aku melihatnya lagi, aku menyapanya dan dia tersenyum padaku. Kau tahu apa itu artinya?” Jessy datang secara tiba-tiba dan langsung mengguncang-guncangkan tubuhku. Aku tahu alasan apa dibalik kebahagiaannya ini.

“ Benarkah? Aku ikut senang kalau begitu.” ucapku berbohong, aku tahu aku tidak seberani itu untuk membantah setiap perkataan Jessy.

Jessy menyuruhku untuk menjadi tukang pos antara dirinya dengan perasaan Lio, walau aku sudah SMA tapi tetap saja aku masih menjadi  gadis pecundang yang rela disuruh-suruh dan menutupi perasaan ku sendiri. Selama 5 tahun aku menyukai Lio, dan itupun dalam diam. Aku sama sekali tak berniat untuk membuat Jessy patah hati, jadi kututupi saja semua perasaanku dengan menuruti kemaunnya.

“ Wulan. Berikan ini pada Lio, pokoknya ini harus sampai ke tangan Lio. Kau mengerti?” Jessy menyodorkan surat yang dia buat padaku,

“ Kenapa tidak kau berikan sendiri saja.” Aku menolak secara halus.

“ Wulan! Kamu ini tidak peka atau bagaimana sih. Tentu saja aku malu jika memberikannya secara langsung. Ayolah Wulan... kau bilang mau membantuku, Kan?” Bujuk Jessy, Akkh! Selalu saja begitu, dia mulai pasang mata berbinar untuk membujukku.

Dengan berat hati ku ambil surat itu dari tangan Jessy dan berjalan menuju kelas Lio. Tok..tok..tok.. aku mengetuk pintu kelas XI-IPS-6 walau sedang istirahat tetap saja aku harus sopan di kelas tetangga.

“ Cari siapa?” salah seorang siswi menghampiriku yang berdiri di ambang pintu.

“ Lio, apa dia ada?” Tanyaku gugup, ini  bukan kali pertama aku memberikan surat pada Lio tapi tetap saja aku gugup.

 “ Oh tunggu sebentar yah.” Siswi itu kembali masuk dan memanggil nama Lio.

“ Ada apa?” Lio bertanya jaraknya begitu dekat denganku, jantungku berdetak begitu kencangnya. Apa mungkin Lio bisa mendengarnya?

“ Eh, ini ada titipan dari Jessy.” Ucapku seraya memberikan surat yang sedari tadi kupegang.

“ Oh. Makasih.” Balas Lio singkat. Hatiku miris, aku sadar aku hanya sebagai tukang pos. Segera aku meninggalkan Lio dan kembali ke kelasku, hufhh... apakah ada masalah dengan kesehatan jantungku ini?

Aku teringat dengan isi surat yang ku berikan tadi karena penasaran  jadi aku membacanya. Jessy mengirimkan puisi romantis pada Lio, dan mengajaknya pergi ke toko buku sore ini. Asyik sekali yah bisa dekat dengan orang yang dia suka, tidak sepertiku yang hanya bisa diam dan memandangnya dari jauh.

Sore ini aku pulang jalan kaki sendirian, seperti yang tercantum di surat itu Jessy dan Lio pergi ke toko buku bersama-sama. Seharusnya aku senang karena Jessy juga senang tapi kenapa aku malah sedih.  Ah sudahlah akan lebih baik jika aku pulang, belajar dan tidur, itu pasti lebih menyenangkan. Dengan tidur aku jadi  bisa melupakan semua kesedihanku walau hanya sejenak.

***

“ Jadi kemarin Lio memilihkanku banyak sekali buku, dia juga sangat peduli padaku. Buktinya saat aku merasa lapar dia langsung membawaku ke Resto, dia juga mentraktirku. Hmm asyik sekali bukan. Akan lebih asyik lagi kalau kita sudah resmi jadian.” Celoteh Jessy tak henti-hentinya,
 “ Dan setelah itu dia mengajakku ke taman, dan..”

“ Jessy! Bisakah kau diam sebentar saja.” Bentak ku tiba-tiba

“ Wulan, kenapa kau berteriak padaku. Tidak biasanya kau seperti ini, apa kau cemburu? Ayo katakan!” Jessy mulai mencurigaiku, ini semua karena mulutku yang sulit dikontrol.

“ Tidak Jes, aku hanya sedang tidak enak badan saja. Kau tahu kan kemarin gerimis dan aku pulang disaat gerimis, jadi masuk angin deh.” Sangkalku, aku tidak ingin kedekatan Lio dan Jessy terganggu hanya karena aku.

“ Oh ku pikir kau cemburu, baguslah. Lekas sembuh yah.” Aku menarik nafas lega karena Jessy tidak memperumit masalahnya.

Tidak ada yang menarik dihari ini, seperti biasa aku hanya dapat melihatnya dari kejauhan. Lalu dimana menariknya coba?

“ Eh Wulan tunggu!” Salah satu temanku memanggilku, nampaknya dia buru-buru sekali. 

“ Apa?”

“ Ada titipan untukmu, nih!” Sabita memberikan sesuatu yang terbungkus kertas kado berwarna jingga padaku. 

“ Dari siapa?” Aku mengernyit bingung.
“ Ambil saja, ini untukmu kok. Tapi pengirimnya masih rahasia. Maaf yah aku Cuma menyampaikan amanat saja. Kalau begitu aku duluan yah,”

“ Eh iya, terima kasih.”

Berkali-kali aku membolak-balikkan halaman buku di hadapanku. Malam ini pikiranku sedang kacau, sama sekali tidak berniat untuk belajar. Berulang kali ku lirik bungkusan yang tadi Sabita berikan, aku belum melihat apa isinya.

“ Apa ku buka saja yah?” Gumamku, tapi aku takut jangan-jangan isinya bom. Ah masa iya, lebih baik ku buka saja. Rupanya hanya sebuah novel, buruk sekali pikiranku tadi mengira kalau itu bom. Eh tunggu dulu, sepertinya judul novel ini menarik sekali. 

“ Kemilau Cinta Rembulan.” Hahaha sama seperti namaku.

Kemilau Cinta Rembulan adalah nama lengkapku, namaku memang sedikit unik seperti bukan nama lebih tepatnya seperti  judul novel  atau film. Nama ini pemberian dari Almarhum Eyang Kakung,  tapi aku lebih sering dipanggil Wulan.

 Kira-kira siapa yah  yang memberikan novel ini padaku. Jadi penasaran juga. Apakah Jessy, tapi itu tidaklah mungkin. Jika Jessy sudah pasti dia akan memberikannya secara langsung padaku bukan main titip-titipan seperti itu. Tidak usah terlalu ku pikirkan, biarkan saja, anggap saja aku memiliki penggemar rahasia.  Lebih baik aku tidur saja.

***

Kenapa aku merasa seperti ada yang berbeda di pagi ini, Ayah  biasanya sudah duduk manis  di ruang makan bersama dengan Tante Tika dan Jessy. Kemana mereka semua, kenapa ruang makan sepi. Siapa yang sedang berdebat di waktu yang sepagi ini. Aku langsung berlari ke ruang tamu.

Betapa terkejutnya aku begitu melihat seseorang yang selalu aku rindukan berada di ruangan itu. 

“ Mamah!” Teriakku seraya menghambur ke pelukan Mamah.

“ Sayang, apa kabarmu nak?” Mamah memelukku begitu erat, beliau menangis karena aku.

“ Baik Mah, Mamah sendiri bagaimana?” Tanyaku bali, rasanya seperti mimpi bisa bertemu Mamah lagi. Selama ini Ayah selalu melarangku untuk bertemu dengan Mamah, sekarang selama 6 tahun kita berpisah akhirnya aku bisa melihat Mamahku lagi.

“ Mamah tidak akan baik tanpamu nak, mulai hari ini kau akan ikut dengan Mamah. Kemasi barang-barangmu sayang, kita akan pergi dari sini.”

“ Apa maksud Mamah? Bagaimana dengan sekolahku.”

“ Tidak usah pikirkan hal itu sayang, Mamah sudah urus semuanya. Kau hanya tinggal pergi bersama Mamah.”

“ Lalu, Ayah?” Aku menatap Ayah yang nampaknya begitu marah. Nampaknya Mamah berhasil mengambil hak asuh atasku dari Ayah makanya Mamah berani menentang Ayah sekarang ini.

 “ Maafkan aku Ayah, sekarang giliran aku menentukan keinginanku. Aku bahagia bersama Ayah, tapi aku akan jauh lebih bahagia bila dekat dengan Mamah."

" Maaf Ayah, Ayah jaga diri Ayah baik-baik yah, dan terimakasih karena Ayah sudah merawatku selama enam tahun terakhir ini, dan juga untuk Tante Tika dan juga Jessy, aku senang mendapat keluarga baru seperti kalian. Terima kasih.”

***

Aku meninggalkan semua kenanganku di kota ini, aku akan memulai hidupku yang baru bersama Mamah. Semua kenangan pahit di kota ini akan kulupakan aku hanya akan mengingat masa-masa indahnya saja, termasuk perasaanku. 

Di dunia ini bukan hanya ada Lio dan aku, jadi wajar jika dia tidak peka dan tidak menyadari keberadaanku, tapi aku senang setidaknya aku memiliki pengalaman untuk mencintai seseorang walaupun dalam diam. Aku juga mengerti akan pentingnya kesetiaan, walau bertepuk sebelah tangan tapi aku setia menjadi pengagumnya selama bertahun-tahun. Aku harap suatu hari nanti kita bisa bertemu lagi, Lio.


~ 3 tahun kemudian ~
“ Mamah, aku harus berangkat sekarang. Dosennya galak banget, kalau sampai aku telat bisa-bisa kena porsi.” Aku berpamitan pada Mamah mencium tangannya barulah beranjak pergi.  

“ Hati-hati ya sayang,”

Ini diriku yang baru, aku bukan lagi Wulan yang dulu, panggil aku Cinta. Seperti halnya dengan usiaku yang semakin dewasa, sifatku tentu saja telah berubah. Aku bukan lagi gadis pecundang dan pemalu. Aku adalah aku, yang masih sama hanyalah kesederhaanku.

“ Cinta! Kamu naik angkot lagi?” Tanya salah satu temanku, Firgin.           
                                  
“ Iya, memang kenapa?”

“ Pantes awut-awutan begitu. kucel, pasti gara-gara kelamaan nunggu angkot, ya kan?”  Terka Firgin. “ Hahaha betul!”

Siang ini panas sekali, tidak seperti biasanya. Mana angkot yang kutunggu tak juga datang, padahal aku sudah ingin cepat-cepat pulang.

Srekk! Seseorang menabrak lenganku, tapi orang itu terus berlari tanpa peduli apa yang dia tabrak barusan. 

“ Eh, bukunya tertinggal.” Aku membaca covernya, kenapa buku itu tidak asing bagiku. Judulnya “ Kemilau Cinta Rembulan” novel yang sama seperti punyaku.

“ Eh tunggu! Ini bukumu ketinggalan.” Aku mengejar orang itu untuk mengembalikan novel miliknya.

“ TUNGGU!” Teriakku lebih keras lagi. Orang itu menghentikan larinya, mengapa dia lari-lari begitu, apa dia atlet?

“ Ku bilang tunggu, kau menjatuhkan bukumu. Ini!” aku menyodorkan buku milik pria tadi, pria itu masih berdiri membelakangiku. Dia membalik badannya dan... kami sama-sama diam terpaku.

***

Aku menatap hamparan biru diatasku, biru itu seolah menyapaku dan memaksaku untuk mengatakan apa yang ingin aku katakan. Karena sejak tadi kami hanya diam berpangku tangan tanpa ada yang mau memulai pembicaraan.

“ Lio, kenapa membawaku kesini?” Aku yang memulainya.

“ Aku sendiri tidak tahu, aku hanya ingin mengutarakan perasaanku saja. Perasaan yang begitu dalam dan mengendap selama bertahun-tahun disini.” Lio menunjuk dadanya sendiri.  

“ Apa maksudmu?” Aku masih belum mengerti.

“ Aku sudah lalah menjadi seorang pecundang, sebelum aku kehilanganmu untuk yang kedua kalinya akan lebih baik jika ku katakan sekarang saja.”

 “ Aku mencintaimu.”

Degg! Apa yang barusan kudengar ini nyata, atau mimpi. Pukk..puk.. aku menepuk pipiku, tetap saja rasanya sakit.

“ Lio, hubunganmu dengan Jessy bagaimana? Kalian baik-baik saja kan?” Aku mengalihkan pembicaraan karena aku bingung mau mengatakan apa.

“ Aku tidak pernah menyukai Jessy, ku pikir dengan aku dekat dengan Jessy aku juga bisa dekat denganmu. Ternyata caraku salah, aku malah semakin jauh darimu, sejak SMP aku memperhatikanmu, memendam gejolak ini sendirian."

"Kala itu aku memang penakut, dan pengecut! Seharusnya kukatakan sejak awal jika aku menyukaimu, Wulan. Dan setelah aku mendengar kabar kau pindah sekolah, aku merasa kecewa,  aku kehilanganmu. Aku berusaha mencari tahu dimana kamu, aku mulai putus asa saat tidak ada seorangpun yang mengetahui alamatmu. Dan saat lulus SMA aku memutuskan untuk kuliah disini, tak kusangka aku bertemu denganmu lagi.”

“ Hiks..hikss..” 

“ Kenapa kau menangis?” Lio khawatir melihatku menangis

“ Aku merasa aneh saja, ternyata selama ini perasaanku dan penantianku  bertahun-tahun tidak sia-sia, aku juga mencintaimu, bodoh! Kamu itu kurang peka! Seharusnya katakan sejak awal, aku pikir aku ini gila karena menyukai seseorang yang sama sekali tidak tertarik padaku. ternyata... hiks..”

Lio tersenyum, dia menarik tubuhku ke dalam pelukannya, pelukan yang begitu hangat dan pelukan pertama yang tak pernah ku bayangkan sebelumnya. Apakah Tuhan sudah berhenti menguji kesetiaanku, karena sungguh sampai saat ini aku masih belum bisa melupakan Lio.

“ Tetaplah bersamaku...” Lio berbisik di telingaku, senyumku merekah bersamaan dengan air mata penuh kebahagiaan yang menetes. 

Mencintai dan mengagumi adalah pengalaman terbaik yang pernah aku rasakan.*


@SkyMoon_original

Komentar

Populer

Analisis Puisi “ IBU” Karya D. Zawawi Imron

  “ IBU” Karya D. Zawawi Imron   Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau Sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting Hanya mata air air matamu ibu, yang tetap lancar mengalir Bila aku merantau Sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku Di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan Lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar Ibu adalah gua pertapaanku Dan ibulah yang meletakkan aku di sini Saat bunga kembang menyerbak bau sayang Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi Aku mengangguk meskipun kurang mengerti Bila kasihmu ibarat samudera Sempit lautan teduh Tempatku mandi, mencuci lumut pada diri Tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh Lokan-lokan, mutiara dan kembaang laut semua bagiku Kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan Namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu Lantaran aku tahu Engkau ibu dan aku anakmu Bilaa berlayar lalu datang angin sakal Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

ANALISIS PUISI WS RENDRA 'Orang-orang miskin'

  Orang-Orang Miskin karya : WS Rendra Orang-orang miskin di jalan, yang tinggal di dalam selokan, yang kalah di dalam pergulatan, yang diledek oleh impian, janganlah mereka ditinggalkan. Angin membawa bau baju mereka. Rambut mereka melekat di bulan purnama. Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala, mengandung buah jalan raya. Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa. Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya. Tak bisa kamu abaikan. Bila kamu remehkan mereka, di jalan  kamu akan diburu bayangan. Tidurmu akan penuh igauan, dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka. Jangan kamu bilang negara ini kaya karena orang-orang berkembang di kota dan di desa. Jangan kamu bilang dirimu kaya bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya. Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu. Dan perlu diusulkan agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda. Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa. Orang-orang miskin di jalan masuk ke dalam tidur mala

Tentangku dan Rasa

Source pic by : pinterest Dulu aku sempat berpikir jika manusia memang terlahir dengan kesempurnaan mereka masing-masing. Namun pada akhirnya aku menyadari, jika tidak ada satu orang pun yang memiliki kesempurnaan sedetil-detilnya. Jika memikirkan kita terlahir sempurna itu termasuk pelanggaran ketaqwaan kepada sang pencipta. Maka berlagak seolah kita sempurna adalah pelanggaran terbesarnya. Maka dari itulah, kehidupan ku yang porak poranda. Jiwaku yang terkekang, dan hatiku yang lama mati rasa, adalah bentuk dari ketidak sempurnaan yang di berikan oleh-Nya. Rasanya berat berbagi serpihan kisah ini, dan menuangkan kisahnya dalam bentuk tulisan. Namun, ku kuatkan tekadku untuk menceritakannya. Karena bagiku, ini bukanlah kisah dramastis ala bollywood maupun drama korea yang penuh dengan fantasi. Kisah ini, ku tuangkan penuh ketulusan, dan rasa syukur karena ku harap dapat menginspirasi semua orang. Aku bukanlah gadis periang yang acuh terhadap semua cobaan, aku kera

Analisis Intertekstual Puisi ‘Malin Kundang ’ Karya Joko Pinurbo

  MALIN KUNDANG Puisi Joko Pinurbo Malin Kundang pulang menemui ibunya yang terbaring sakit di ranjang. Ia perempuan renta, hidupnya tinggal menunggu matahari angslup ke cakrawala.   “Malin, mana istrimu?” “Jangankan istri, Bu. Baju satu saja robek di badan.” Perempuan yang sudah tak tahan merindu itu seakan tak percaya. Ia menyelidik penuh curiga.   “Benar engkau Malin?” “Benar, saya Malin. Lihat bekas luka di keningku.” “Tapi Malin bukanlah anak yang kurus kering dan compang-camping. Orang-orang telah memberi kabar bahwa Malin, anakku, akan datang dengan istri yang bagus dan pangkat yang besar.” “Mungkin yang Ibu maksud Maling, bukan Malin.” “Jangan bercanda, mimpiku telah sirna.”   Walau sakit, perempuan itu memberanikan diri bertanya: “Ke mana saja engkau selama ini?” “Mencari ayah di Jakarta.” Lalu kata ibu itu: “Ayahmu pernah pulang dan aku telah sukses mengusirnya.”   “Benar engkau Malin?” Ibu itu masih juga sangsi. Dan ana

Boneka 1

    14 Juni 2006. Hari ulang tahunku yang ke-5, Ibu diam-diam memberiku boneka berbentuk hati berwarna merah, dan meletakkan di tepi ranjangku. Aku senang, sampai sekarang boneka itu masih bertengger manis di ranjangku.      14 Juni 2007. Hari ulang tahunku yang ke-6, Ayah mengajakku pergi ke plaza, tanpa Ibu, hanya ada aku dan adikku. Aku senang, karena setelah satu tahun aku akhirnya bertemu Ayah, dia mengingat hari ulang tahunku, dan memberiku boneka anjing dan domba.     14 Juni 2008. Tidak ada lagi yang memberiku boneka.  Mungkin kamarku sudah penuh boneka, jadi boneka tidak diperlukan lagi.      14 Juni 2009. Tidak ada lagi laki-laki itu...kemana hilangnya?  Lagi-lagi aku hanya bisa bilang "entah"     14 Juni 2010. Aku diperkenalkan dengan orang asing, yang harus ku sebut dengan sebutan "Ayah" Baiklah.      14 Juni 2011. Ibuku seperti orang asing. Aku tidak begitu dekat  dengannya. Bahkan saat didekatnya, hanya ada rasa takut menjalariku.