Hari ini aku resmi menjadi siswi, aku memandangi wajahku berulang kali di cermin sekolah. wajahku tetap sama, wajah kekanakan yang sama. Tiba-tiba ponselku berdering. Pemberitahuan grup. Aku mengernyit, sejak kapan aku masuk ke grup Dark Club, siapa yang memasukkanku?
“ Diberitahukan untuk semua anggota baru, harap berkumpul sekarang.” Aku bergumam membacanya.
“ Eh? Sekarang?” Aku keluar cepat, aku menyuruh Evala yang sejak tadi berdiri di depan pintu untuk ke kelas duluan. Dia untungnya pengertian. Aku pun menuju ke ruangan itu cepat.
Tanpa mengetuk pintu aku masuk ke ruangan itu. “ Eh?” Hanya ada, 1, 2, 3 totalnya 10 orang. Semuanya menoleh padaku.
“ Ku Pikir aku terlambat.” Tiba-tiba suara seseorang di belakangku. Ketua Osis, dan pria satunya lagi berjalan melewati pintu.
“ Hay anak aneh. Kau masuk tanpa mengetuk. Kau memang aneh.” Wanita berambut bob, berjalan ke arahku.”
“ Beruntungnya tahun ini kita memperoleh 3 anggota. Kalian para anggota baru, silahkan perkenalkan diri kalian.”
Aku menoleh ke kanan dan kiri, aku, dan dua lagi pria sebaya. Ku pikir hanya ada aku dan wanita berambut bob itu yang wanita. Apa aku anggota wanita di angkatan ini? Dan aku yang ter-aneh?
“ Tenanglah. Setelah kalian giliran kita yang perkenalan. Ayo mulai.”
“ Baik.”
“ Perkenalkan, aku Vano Armansyah dari kelas sepuluh IPA tiga. Ku pikir tawaran kalian mengenai games membuatku tertarik. Makanya aku terjebak di sini sekarang.”
Pria berkacamata itu berkata dengan lugasnya, dia terkesan kece dengan kacamatanya. Dia juga manis dengan dua lesung pipinya. Ku rasa dia itu pria genius.
“ Arya Marsel Yudisthira. Aku terjebak di sini karena dia-” Pria itu menunjuk sang Ketos tampan. Tunggu dulu, wajah mereka cukup mirip. Sama-sama tampan, hanya saja, tatapan Arya lebih tajam, dan Sang Ketos lebih teduh, begitu hangat.
“ Kau- memaksa adikmu? Sungguh kejam Noy.”
“ Adik?” Aku menutup mulutku keceplosan. Semuanya sontak mengangguk. Aku mengerti, pantas saja tadi ku pikir mirip.
“ Kau anak aneh. Kini giliranmu.” Pria berbadan gempal itu lagi, dia selalu saja mengintimidasiku.
“ Namaku Abysa Anjani, dua belas IPS satu, kalian bisa memanggilku apa saja.”
“ Namamu unik, kalau begitu panggil dia Anjay-ni!” Aku mendelik, pria gempal itu. ughhh.
“ Anjay apa kau bisa bernyanyi?”
Degg! Kenapa Sang Ketos mengingatkanku pada suara itu lagi. Sungguh kenangan yang memalukan. Dan kenapa pula dia menjadi ketua osis? Ha, benar, inilah pertanyaan yang harus ku lontarkan.
“ Kak Ketos, bukankah kau ketua osis. Lalu, kenapa kau mau bergabung ke grup yang anggotanya sedikit ini?” Lagi, lagi mulutku sulit di kontrol. Alhasil, semuanya menatapku aneh.
“ Kau memang cukup frontal ya anak aneh. Baiklah, aku memang merahasiakan keanggotaanku di sini. Karena apa? Karena Club kita hanya menyaring anak-anak yang benar tulus dan berbakat untuk masuk ke sini. Kau tahu, berapa banyak followers yang bisa ku dapat? Mungkin banyak yang akan masuk ke sini.”
“ Secara kasarnya. Mereka hanya mencari muka padamu. Benarkan senior Noy?” wanita berambut bob menimpali.
Aku berpikir sejenak. Benar juga, sepertiku, aku tadinya masuk kesini karena kakak tampan itu, yang ternyata ketua osis, dan akhirnya aku pun terjebak di sini. Mungkin, jika mereka tahu, ketua osis yang sangat mereka kagumi berada di club ini, ruangan ini akan jadi penuh sesak. Sungguh!
“ Baiklah, giliran kita.” Sekarang giliran para senior yang memperkenalkan diri. Ku ringkas saja ya, jadi, wanita berambut bob itu bernama Nike, pria gempal itu bernama Bayu, pria yang sejak tadi sibuk dengan gamesnya bernama Bram, lalu ada Steve, Mikel, Jonny, dan Ken. Dan terakhir,
“ Noya Arsel Yudisthira, panggil aku sesuka kalian. Dan temui aku di dua belas IPA Satu, atap, dan ruangan ini jika ada hal penting. Karena aku tak memiliki ponsel. Lihat!” Dia merogoh sakunya.
“ Kau? Kere?” Lagi-lagi aku keceplosan. Sontak semuanya tertawa.
“ Hai nak, aku bukannya kere. Tapi hanya menghindari radiasi kecil. Mataku sudah cukup lelah dengan layar komputer. Aku hanya malas dengan ponsel yang menempel di saku. Tapi jika kau ingin berkirim pesan, kirimkan saja lewat email. Pasti akan ku buka.”
“ Oh. Oke”
“ Kurasa cukup untuk perkenalannya. Kalian bisa kembali ke asal kalian. Tempat ini milik kalian, jadi datanglah kapan pun, kami selalu terbuka.
“ Baik. Terima kasih.”
>>>>
Aku mulai menyukai tempat itu, Dark Club, aku merasa betah di sana. bahkan sekarang, orientasi seusai bel adalah Dark Room. Aku bahkan tak merasa lapar, aku menyukai tempat itu dan segala fasilitas canggihnya. Mereka bahkan bersedia melatihku menjadi hacker pemula kapan pun aku mau. Hanya saja aku yang tahu diri, mereka mungkin sibuk jika tidak datang, jadi, aku berlatih sesuai tutorial yang sudah mereka ajarkan. Tidak hanya itu saja, aku juga menyukai komputernya, di dalamnya ada bermacam games berbayar yang sudah terinstal. Entahlah mereka mendapatkan dengan cara cash, atau membobol paksa ijin penginstalan.
Tok..tok.. aku mengetuk pintu. tak ada yang menyahut, jadi aku masuk. Aku mematung, semburat jingga menyoroti sosok itu, pria yang duduk menghadap jendela dengan termangu. Di kedua telinganya tersumpal earpiece. Aku tak berani menyapa, atau mungkin, mataku yang enggan beralih. Aku cukup terpesona dengan rambutnya yang sedikit ke atas karena tiupan angin. Dalam diamnya, aku jatuh cinta.
Desiran halus merambah ke hatiku, aku ingin sekali menyentuh wajahnya yang tampak oranye. Kenapa dia terus diam tak bergeming. Apa yang dia pikirkan. Apakah Kak Noya tidak menyadari keberadaanku di sini?
“ Umm Kak.” Aku memanggilnya, aku tak kuat jika harus berdiri sambil menahan debaran ini terlalu lama. Inikah yang dinamakan dengan cinta monyet? Aku menarik earpiecenya dan mendekatkan wajahku di telinganya. Saat itu juga, dia menoleh.
Aku menatapnya dalam jarak yang sungguh dekat, begitupun sorot matanya yang tertegun melihatku. “ Upss,,, maaf kak. Sungguh aku tak bermaksud.”
“ Oh tak apa. Harusnya aku yang minta maaf karena tak mendengarmu barusan. Jadi kenapa?”
“ Tidak. Aku hanya ingin belajar soal games dan peretasan. Ku pikir kau akan terkejut jika tiba-tiba aku di sini makanya aku memanggilmu terlebih dulu.”
“ Oh silahkan, abaikan saja aku. Kau bisa belajar penuh. Aku akan menemani dari sini, kau bisa bertanya padaku jika kesulitan.’
“ Baiklah.”
Tik tok tik tok... kenapa rasanya waktu berjalan begitu cepat. Aku bahkan tak menydari kalau hari semakin gelap. Saat itu juga aku melihat arlojiku. Hah? Sudah pukul 06.15, bisa gawat aku bahkan lupa tidak ijin. Aku segera mengambil ponsel dan mengabari Ibu kalau aku ada tugas tambahan, tak lupa ku sisipkan foto buku dan semua bukti kalau aku tidak berada di warnet.
Baiklah, aku harus pulang cepat. Aku meraih tasku. Aku hendak menuju ke pintu, namun baru ku ingat, senior Noya masih berada di samping jendela. Dan matanya kini terpejam, dia mungkin lelah menemaniku hingga tertidur. Aku harus membangunkannya walaupun tak tega, tapi bagaimana? Dia begitu pulas. Baiklah, akan aku tunggu sampai dia bangun. Toh aku sudah ijin pada Ibu.
5 menit, 10 menit, 15 menit lewat, dia masih belum bangun. Aku sudah menghabiskan satu bungkus big bubble ku agar tak mengantuk. Tunggu, dia mulai mengeliat. Dia akan bangun segera. Dengan mata berbinar aku menatapnya. Dia bahkan keren saat menguap.
“ Hay, kau masih di sini? Apa kau menungguku?”
Aku mengangguk. “ Kau begitu pulas aku tak tega membangunkan kakak.”
Dia tersenyum kemudian mengacak rambutku. “ Kau itu memang aneh. Kalau tak tega maka tinggal saja, letakkan pesan di dahiku kalau kau pulang. Dasar aneh. Mau-maunya menungguku sampai gelap. Tunggu! Pukul berapa sekarang?”
“ Hampir jam tujuh.”
“ Kalau begitu ayo pulang, biar ku antar.”
“ Baiklah.”
Tunggu, aku merasa seperti ada yang menarik kakiku. Benar, bulu kudukku mulai berdiri. Apakah kemampuan setengah indigoku berkontraksi saat ini? Ku mohon, jangan sekarang, jangan.
“ AKHHHHH!!!!” Aku menjerit sekencang-kencangnya.
“ Kau kenapa?”
Keringat dinginku mengucur. Aku terlalu takut, justru karena kemampuan yang setengah-tengah malah membuatku takut. Itu seperti terapi syok untukku. Bayangkan, berapa lama kau tidak melihat, lalu tiba-tiba kemampuan itu muncul kembali dan memperlihatkanmu sosok-sosok yang menakutkan. Apa kau tidak akan syok? Aku tentunya syok dengan hal itu.
“ Abysa apa yang terjadi? Kenapa menjerit?”
Tanpa pikir panjang aku menarik jas senior Noya. Aku membenamkan mataku di dadanya. Aku tak berpikir soal harga diri atau apapun. Aku ingin cepat pulang dan membiarkan Ibu mengobatiku. Karena hanya Ibu yang sama sepertiku, dia bahkan wanita hebat yang tak takut pada apapun kecuali Tuhan, dan hanya dia yang bisa menyembuhkan ketakutanku.
“ Dia- dia terus menarik kakiku. Tolong aku kak.”
“ Dia? Siapa?”
“ Oh tunggu! Apa kau indi-go?”
Aku mengangguk, semakin kuat menyekal jasnya, tubuhku semakin bergetar. “ Kau punya ponsel?” Dia merogoh sakuku tanpa permisi. Entah siapa yang dia hubungi, setelah itu dia menyuruhku untuk tenang sebentar.
Lalu sorot senter membuat mataku silau, seorang pria di kegelapan berjalan ke arah kami, aku hanya melihatnya dari sebelah mata, karena wajahku masih tertutup separuh, semenyara kakiku semakin kesemutan karena di cekal.
“ Arya, suruh dia pergi.”
“ Hey kau! Pergi sana! kau mau ku injak sampai hancur atau pergi?”
Dan saat itu juga, aku tak melihat tangan lagi di kakiku. Aku melepas wajahku dari dada Kak Noya segera. Aku sedikit malu dengan perbuatanku barusan. Untunglah dia memaklumi.
“ Ayo biar kami antar kau pulang.”
“ Terima Kasih.”
Rupanya Arya seorang indigo juga, dia bukan setengah sepertiku. Dia indigo yang kuat dan pemberani. Tidak sepertiku yang hanya pandai menjerit. Andai, andai film horor yang sering ku tonton mampu memberiku kekuatan dalam menghadapi makhluk-makhluk astral itu, tapi ternyata nihil. Film-film itu justru membuatku berimajinasi terlalu tinggi.
“ Tunggu. Biar aku pulang sendiri, kalian bisa mengantarku sampai halte saja.”
“Tapi kau sungguh sudah baikan sekarang?” Tanya Kak Noya.
Aku mengangguk mantap. “ Baiklah kalau begitu kau pulang dengan Arya, kebetulan kalian satu halte.”
“ Eh? Dia? Bukankah se arah denganmu.”
“ Tidak. Dia ikut Ibu, dan aku dengan Ayah. Kau pasti paham, kan?”
Oh, aku mengerti. Aku pun mengangguk. Rupanya nasib mereka sama sepertiku, tumbuh dalam keluarga yang tidak sempurna.
Bus pun datang, aku mengucap terima kasih pada Kak Noya sebelum masuk. Aku dan Arya pergi dengan bus yang sama, jadi ku pikir kompleks kita berdekatan.
“ Kau, indigo sejak lahir?”
“ hmm.”
“ Ku tanya baik-baik malah jutek. Kau punya mulut tidak, apa kau hanya pandai berbicara dengan hantu saja.”
“ Memang, makanya kalau mau bicara denganku harus jadi hantu dulu.”
“ Hantu kok nyuruh orang jadi hantu. Jadi hantu aja sendiri gak usah ngajak-ngajak.”
“ Eh? Kau sudah ku tolong. Malah-“
“ Terima kasih. Nanti ku bayarkan busnya tenang saja. aku tahu balas budi kok.”
“ Dasar cewek aneh.”
“ Kau lebih aneh! Indigo labil!”
Rupanya dia sangat mengesalkan, ku pikir dia pria yang asyik. Ternyata, dia jauh dari bayanganku. Sangat bertolak belakang dengan kakaknya yang hangat dan penuh karisma. Meyebalkan!
>>>>
Hari-hari berlalu, tak ku sangka, dia begitu perhatian. Jauh dari bayangan kakak kelas yang angkuh dan acuh, Kak Noya sering menungguku di halte. Alasannya singkat, dia tak ingin aku menjerit lagi. Dan setiap pulang, dia menitipkan ku pada Arya yang kebetulan satu arah. Ku pikir aku jatuh terlalu dalam, aku tidak menyadari bahaya cinta yang mengintaiku. Ku rasa, aku mencintainya. Perasaan ini berbeda dari perasaanku terhadap video game, karena rasa itu tak beralasan, bukan pada wajahnya yang tampan, bukan posturnya, tapi pada kenyamanannya, dan rasa hangat saat bersama Kak Noya.
Kenapa dia memberiku perhatian lebih, dia sungguh membuatku salah sangka. Seharusnya dia tidak boleh melakukan hal tersebut, dia tidak boleh membuatku jatuh terlalu dalam oleh perasaan yang masih ku anggap tabu ini. Tapi sudah terlambat, ku rasa aku terjelembab cukup jauh. “ Aby, kau suka video game kan?”
“ Eh? Iya. Kenapa?”
“ Mau ikut event besar malam ini? Jadi partnerku?”
Degg! Oh senangnya , kenapa? Hanya hal kecil begini sudah membuatku melting. Dia membuat pikiranku pendek. Apakah aku spesial baginya? Kau tahu istilah baper? Ya, aku mulai baper.
“ Baiklah. Pukul berapa kak?”
“ Stand by saja dari jam tujuh.”
“ Oke.”
Begitulah, aku menunggu waktu itu. bermain jarak jauh dengannya benar-benar pengalaman yang harus ku kunci rapat. Aku merasa mulai tidak waras, tak ada yang bisa menyanggah, kalau aku merona meski hanya melihat avatarnya. Dan pukul 07.00 sampai tengah malam, kami membangun dunia virtual kami bersama.
Begitupun hari-hari berikutnya, aku menatap kak Noya di balik jendela Dark Room, tangannya rampingnya yang tampak cekatan menekan memainkan keyboard, dia membuat kode, dia menyerang lawan, tangan itulah yang selalu menarik perhatianku. Saat bersama anggota lain pun aku merasa kalau hanya ada aku dan Kak Noya. Karena perhatianku, hanya tertuju pada dia.
“ Aku menyukai kak Noya, tapi rahasiakan ini.” Itulah yang aku katakan pada Evala.
“ aku tahu kok. Tatapanmu memang berbeda saat memandang dia. Tapi apa kau tahu Aby? Dia memiliki banyak fans di sekolah. kau yakin kau kuat menghadapi mereka semua?”
“ Kenapa tidak? Toh yang menentukan Kak Noya, bukan fans-fansnya.”
“ Bagus, aku suka sifat optimismu. Jika kau mau cerita, katakan saja padaku.”
“ Baik.”
Hari ini, semua anggota berkumpul, tak ada bahasan penting, paling-paling hanya obrolah tentang korban peretasan mereka. Kak Bams, dan Bayu adalah hacker paling nakal di sini. Melihat status yang menurut mereka tidak pantas saja sudah langsung mereka, hack parahnya nomor akun mereka tak bisa terdaftar lagi di situs manapun.
“ Noy, kau diam mulu sejak tadi? kenapa? sakit gigi?” Kak Nike menyenggol lengan kak Noya. Memang benar, apa yang terjadi padanya, kenapa dia begitu diam.
“ Tidak, gigiku sehat dong.” Dia malah memamerkan susunan giginya yang rapi.
Dan sore ini, aku hendak pergi ke Dark Room. Namun kenyataan pahit yang tak ku sangka-sangka menanti di sana. Dia, dia yang ku kagumi memeluk seseorang yang tampak asing bagiku. Kak Noya, apakah dia sudah memiliki kekasih?
“ Dia gebetannya.”
“Eh?” Tiba-tiba saja Arya sudah berada di dekatku.
“Aku tahu kau suka padanya kan? Tapi menyerah saja, dia menyukai orang lain sejak lama.”
Saat itu juga, aku merasakan bunga-bungan mekar di hatiku berguguran. Aku merasakan sesak, inikah sebuah kutukan karena terlalu berharap pada seseorang? Aku mungkin belum berpengalaman soal ini, tapi tetap saja, rasanya menyakitkan.
“ Jangan menangis. tiidak ada yang akan mengusap air matamu.”
Begitulah kenyataannya, perasaan Kak Noya pada Kak Asril, yang ternyata partnernya di organisasi siswa terbalaskan, Asril, dia wanita yang cantik, anggun, pintar, dan baik, sangat ramah padaku. aku tidak tega menjadi pengacau di antara mereka. maka dari iu, saat itu juga, aku berehenti mengharapkan dia, aku berhenti menghayal tenta wajahnya yang semu itu. aku terluka, tapi aku bahagia, karena tidak terlalu jauh berharap.
Satu tahun berlalu, kini dia sudah lulus, aku seorang diri yang masih sedikit mengharap rasa padanya. namun, sesuatu mengejutkan terjadi, jauh di luar dugaanku. “ Cobalah membuka hati untukku. Apa kau bisa?” Tiba-tiba Arya menghampiriku, dia mengatakannya dengan lugas. Pria dingin yang selalu enggan jika ku ajak bicara tiba-tiba saja menyambar hatiku. Apa maksudnya ini?
“ Kau mempermainkanku kan?”
“Mana bisa? Sebelahku adalah saksinya.”
Aku melirik sosok di sebelah Arya, sosok wanita kecil yang imut. Baru kali ini aku tidak takut melihat mereka. dan sosok itu menangguk dan tersenyum padaku.
“ Aku menyukaimu sejak kau menjerit ketakutan. Saat itu ku pikir kau menggemaskan. Seorang indigo yang tak menyedari kemampuannya, dan karena kau satu-satunya wanita yang penasaran padaku. kau mengusikku, benar-benar mengusikku. Maka dari itu, bertanggung jawablah.”
“ Hee? Kau tak tahu malu ya, tanpa basa-basi menyatakan perasaanmu. Lalu aku harus respon apa?”
“ Tunggulah saja, aku akan mengisi semua ruang di hatimu menggantikan Noya kakakku. Maka kau tak perlu merespon sekarang. cukup tunggu saja.”
Dan saat itulah, aku mengunci kata-katanya. Setiap saat di dark room. Dia mencoba menciptakan kenangannya denganku. Aku sebenarnya tak yakin, apa aku bisa menggantikan kak Noya semudah itu. namun apa yang ku pikir tentang Arrya ternyata salah, Kak Noya yang semula ku pikir memperhatikanku, semuanya sirna tak ada lagi. Hanya ada Arya, hanya ada Arya yang berniat memberiku motivasi dan menemaniku. Maka, mulai hari ini, detik ini, hanya ada nama Arya yang ku kunci di ruangan ini bersamaku...*
>>>>End<<<<
Komentar