Langsung ke konten utama

Hatiku terkunci di Dark Room "eps 01"

Poem & Short Story


Aku Abysa Anjani, pagi ini sneaker putihku melangkah dengan penuh semangat ke arah gedung itu. Gedung megah bertuliskan SMA Negeri 8 Kota Baru yang sudah ku impikan sejak 3 tahun yang lalu. Ini menit pertamaku memasuki gerbang besar yang menjadi pintuku memasuki dunia baru, dunia siswi SMA.

Aku mengikat kuat kucir kudaku yang semakin merosot ke leher. Ku mantapkan kakiku untuk memasuki gedung itu. Masa orientasi memang sempat di kenal menakutkan. Namun aku yakin, tidak akan seburuk itu. Aku berkeliling mencari letak kelasku. Sebelumnya, melalui pemberitahuan online sudah terpampang jurusan dan kelasku. Tapi tidak terpampang denah sekolah itu, sehingga aku cukup kebingungan.

“ Umm, permisi kak, mau tanya kalau kelas sepuluh IPS 1 dimana ya?”

“ Oh.. itu ada di lantai 3, paling pojok.”

“ Oh baik ka, terima kasih.”

“ Oke.”

Aku meneruskan langkahku, mengikuti instruksinya, lantai 3 gedung paling pojok. Aku berhasil melewati lantai 2, dan sekarang ada di lantai 3. Koridornya bercabang, kenapa aku lupa bertanya di pojok kanan, atau kiri, bodohnya aku. Baiklah, akan ku coba ke arah kiri, jika salah, aku akan belok ke kanan. Siap laksanakan!

Tepatnya ada 3 ruangan yang sudah ku lewati, ketiganya ruangan tak berpenghuni dan tak ada papan kelas di depannya. Aku menuju ruangan paling akhir, hanya ruangan itu yang  bertuliskan ‘Dark Room’. Aku mengerti, ini bukanlah kelas yang ku cari. Namun, aku mengundurkan niatku seketika, begitu terdengar suara pistol dari dalam ruangan itu. Aku menempelkan telingaku di daun pintu. namun pintu itu terdorong seketika karena tak terkunci. Sontak aku jatuh tengkurap sambil mencium lantai.

“ Kau? Siapa?”

Suara pria menyudutkanku, aku belum berani menengadah dan memastikan, seperti apa sosoknya? Apa dia psikopat? Di sekolah terkenal ini ada seorang psikopat yang mengayunkan pistol, atau dia makhluk tak kasat mata yang berkeliaran di sekolah ini? Jujur, aku setengah indigo. Jadi, jika sedang kumat, terkadang aku melihat mereka yang tak orang lain lihat.

Aku memberanikan diriku melihat sosok itu, pria jangkung, merambat ke wajah, dan... seketika itu aku merona.

“ Apa kau murid baru di sini?”

Aku mengangguk tanpa terkontrol. Dia membantuku berdiri, sungguh tampan, sangat tampan, benar-benar di luar ekspetasiku. Kini malah rasa takutku berubah menjadi rasa malu.

“ Maaf kak, saya mendengar suara pistol dari ruangan ini.”

“ Oh, benarkah? Mungkin video games ku terlalu berisik sampai keluar.”

“ Games?” Aku menoleh ke arah komputer di salah satu meja yang ada di ruangan tersebut, Shooter Legend? Aku mengerti sekarang, ternyata bukan pistol sungguhan, hanya pistol virtual.

“ Kau tahu games ini?”

Aku mengangguk, jujur, aku termasuk gamers juga. Bahkan, salah satu cita-citaku adalah menjadi pencipta game mobile. Aku hendak bersuara, namun tiba-tiba bel mencegahku. Aku segera berlari menuju kelas baruku. Sejenak ku lupakan kakak kelas tampan itu, aku hanya fokus pada kelas baruku. Jangan sampai aku terlambat di hari pertama masa orientasi, bisa-bisa kakak kelas bermuka tebal menyemprotku habis-habisan. Tak bisa ku bayangkan itu terjadi.

>>>>

Rupanya masa orientasi tak seburuk itu, setelah dua hari aku melewatinya dengan penuh ke ikhlasan, dan tak ada musibah terjadi. Kini saatnya perpisahan dan sekaligus perkenalan esktrakurikuler.

 Setiap pengurus eskul di berikan kebebasan mempromosikan eskul mereka di ruang kelas terpilih.  Aku belum menemukan satu pun eskul yang ku inginkan. Entahlah, aku memang bukan gadis istimewa yang memiliki banyak kemampuan.

“ Aby, kau sudah menemukan eskulmu? Angketnya harus di kumpulkan besok pagi.”

“ Belum. Sejauh iini belum ada yang ku minati.”

“ Bagaimana dengan dance? Kau tampak berbinar melihat penari itu tadi.”

Aku menggeleng. “ Kakiku sering kram, itu tidak baik.”

“ Hmm, kalau modelling?”

“ Aku tidak cantik, dan tinggiku Cuma seratus lima puluh lima senti.”

“ Oke, kalau eskul menyanyi?”

“ Gedung ini mungkin akan retak jika aku menyanyi.”

Tunggu! Mataku terpaku pada ruangan terakhir. “ Dark Club?”

“ Jangan, kabarnya, eskul itu penuh kesuraman. Isinya Cuma bentakan, dan anggotanya tidak jelas. Lebih baik jangan.”

Aku tak mengihiraukan ucapan Evala, aku tetap yakin pada langkahku. Entah mengapa aku begitu tertarik pada eskul itu, seperti ada magnet yang menarikku ke sana.  Meski aku tak melihat kakak tampan itu di sana, tapi aku yakin, dia pasti salah satu anggota eskul itu. Hanya ada satu wanita berambut bob dengan lengan baju terkeluntung, dan satu pria gempal yang sibuk memainkan ponselnya.

Wanita itu menyambutku, “ Kau ingin bergabung?”

“ Apa kegiatannya kak?”

“ Tidak ada.”

“ Tidak ada?”

“ Ya, karena kami tidak memaksa kalian untuk berkegiatan, kami memberi kebebasan, kalian ingin melakukan apa pun boleh. Dan satu lagi, mendekatlah.”

Kakak kelas berambut bob itu menyuruhku mendekat, dia hendak membisikkan sesuatu di telingaku. “ Kami ini pandai membobol sesuatu, sebuah sistem.”

Mataku membelalak, seperti sebuah film. Genre ini adalah yang paling ku sukai. Retas meretas, pembocoran sandi sitem, macam Hitler. “ Jika kau paham, jangan berteriak. Cukup iyakan saja kalau kau setuju bergabung,”

“ Iya, aku suka. Aku akan bergabung, berikan formulirnya.” Ucapku penuh semangat.

“ Baguslah. Tapi ada syaratnya.”

“ Syarat?”

“ Apa kau termasuk gadis normal atau abnormal?”

“ Aku? Bisa di bilang setengah di antaranya.”
“ Oke. Karena hanya orang abnormal-lah yang mau bergabung dengan kami. Buktikan bahwa kau tidak normal. Apa yang paling kau benci?’

“ kurasa menyanyi.”

“ Bagus. Kalau begitu, cari ketua osis, dan menyanyilah di hadapannya.”

Evala menarik lengan bajuku. Dia memberi isyarat bahaya, rupanya dia berdiri di balik punggungku sejak tadi. Dia ini, sepertinya tipe orang yang mudah takut.

Mataku membelalak, ketua osis? Aku bahkan tak tahu seperti apa wajhanya, saat pembukaan orientasi hanya wakilnya yang hadir, kalaupun aku tahu. Bagaimana bisa aku berdiri di hadapannya dan menyanyi tak jelas. Apakah aku akan membuang harga diriku?

“Bagaimana? Kau pasti berpikir hal memalukan. Kau bisa mundur jika tak sanggup.”
Aku meyakinkan diriku sejenak, gadis yang sering di tegur guru karena membawa ponsel ke saat SMP demi bisa mengikuti event games, gadis yang sering di tegur orang tua dan menahan malu ketahuan bermain di warnet padahal ijinnya kerja kelompok. Itulah aku, lalu kenapa sekarang aku malu? Bukankah ini satu-satunya club yang sesuai denganku?

“ Baiklah. Akan ku lakukan. Aku akan kembali dalam lima belas menit dari sekarang.”

Aku menarik tangan Evala. Dia terus menerus menegurku, dia menganggapku gila karena club yang tak jelas seperti itu. “ Lalu, jika itu tak jelas, kenapa sekolah tidak memblack-listnya? Oke Evala, jangan melarangku. Cukup bantu aku mencari ketua osis kita.”

“ Oke, ini memang keputusanmu. Soal ketua osis, bukankah di buku panduan sekolah ada? Kau belum melihat?”

“ Oh ya kau benar. aku akan ke kelas. Kau di sini saja, jangan ikut denganku, aku tak ingin kau terlibat dengan kegilaanku nanti. Oke?”

“ Oke semangat Abysa!!!”

Aku berlari ke kelasku, buku itu ku tinggal di meja. Aku menaikki lantai 3, dan segera meraih buku itu. Tinggal 10 menit, aku harus cepat, aku tidak pernah mengingkari perjanjian waktu dengan siapa pun.  Tunggu, bukankah ini? Pangeran tampan yang sebelumnya ku lihat di Dark Room. 

DIA SI KETUA OSIS? DAN AKU HARUS MEMPERMALUKAN DIRIKU DI DEPANNYA?

“ Tenang Abysa, tak ada waktu lagi. Kau, tidak pernah mundur dengan ucapanmu.” Aku mempersiapkan diriku, aku berlari mencari sosok ketua osis tampan itu. tujuan utamaku adalah Dark Room, ku pikir dia ada di sana saat ini. Tak ada siapa pun, aku merasa kecewa.

“ Permisi Kak numpang tanya, saya sedang mencari ketua osis apa kakak melihat dia, atau tahu dimana dia?”

“ Biasanya sih di ruang osis. Kalau nggak salah si iya.” Dua gerombolah wanita itu lekas pergi setelah aku mengucapkan terima kasih.

Aku segera menuju ruang osis, beruntungnya kami sudah berkeliling kemarin. Tok..tok..tok. aku mengetuk pintu, setelah di persilahkan, aku pun masuk.

“ Permisi Kak, biarkan saya menyelesaikan tantangan saya di sini. Mohon maaf sebelumnya jika menganggu.”

Semua anggota OSIS dan KETOS tampan sedang menatapku bingung, ada yang sampai menganga, mungkin dia berpikir apakah aku gadis gila yang tiba-tiba nyelonong masuk ke ruang terhormat ini.

“ I CAN SEE YOU... IF YOU WHEN NOT WITH ME ICAN REACH TO MY SELF...IF YOU ARE OKAY...HOOOOO”

Ada yang terbahak, ada yang menutup telinga dan ada yang menganga lebar saking bingungnya, dan ketua osis menahan tawanya. Apa sejelek itu suaraku? Aku tahu kok.

“Terima Kasih” Aku berbalik dan lari secepat mungkin. Dapat dipastikan mulai detik ini aku menjadi wanita paling di cari di sekolah. jelasnya, sebagai ‘GADIS KOMPLIKASI GILA’.

Rupanya, mereka mengikutiku, wanita berambut bob itu tertawa di balik pintu ruang osis. Dia begitu salut dengan keberanianku. “ Tak apa nak, bukan hanya kau yang pernah mengalami ini. Aku pun.”

Aku menunduk malu, tak kusangka, harga diriku tak ku bawa di rumah. Sungguh memilukan.

 “ Baiklah, mulai sekarang kau bergabung dengan club kami. Kau bisa datang mulai besok. Kau tahu ruangannya kan?”

Aku mengangguk. Haruskah aku tersenyum bahagia, atau miris mengingat apa yang baru saja ku lakukan? Entahlah!

>>>>

SkyMoon_original

Komentar

Populer

Analisis Puisi “ IBU” Karya D. Zawawi Imron

  “ IBU” Karya D. Zawawi Imron   Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau Sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting Hanya mata air air matamu ibu, yang tetap lancar mengalir Bila aku merantau Sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku Di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan Lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar Ibu adalah gua pertapaanku Dan ibulah yang meletakkan aku di sini Saat bunga kembang menyerbak bau sayang Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi Aku mengangguk meskipun kurang mengerti Bila kasihmu ibarat samudera Sempit lautan teduh Tempatku mandi, mencuci lumut pada diri Tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh Lokan-lokan, mutiara dan kembaang laut semua bagiku Kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan Namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu Lantaran aku tahu Engkau ibu dan aku anakmu Bilaa berlayar lalu datang angin sakal Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal

ANALISIS PUISI WS RENDRA 'Orang-orang miskin'

  Orang-Orang Miskin karya : WS Rendra Orang-orang miskin di jalan, yang tinggal di dalam selokan, yang kalah di dalam pergulatan, yang diledek oleh impian, janganlah mereka ditinggalkan. Angin membawa bau baju mereka. Rambut mereka melekat di bulan purnama. Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala, mengandung buah jalan raya. Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa. Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya. Tak bisa kamu abaikan. Bila kamu remehkan mereka, di jalan  kamu akan diburu bayangan. Tidurmu akan penuh igauan, dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka. Jangan kamu bilang negara ini kaya karena orang-orang berkembang di kota dan di desa. Jangan kamu bilang dirimu kaya bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya. Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu. Dan perlu diusulkan agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda. Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa. Orang-orang miskin di jalan masuk ke dalam tidur mala

Tentangku dan Rasa

Source pic by : pinterest Dulu aku sempat berpikir jika manusia memang terlahir dengan kesempurnaan mereka masing-masing. Namun pada akhirnya aku menyadari, jika tidak ada satu orang pun yang memiliki kesempurnaan sedetil-detilnya. Jika memikirkan kita terlahir sempurna itu termasuk pelanggaran ketaqwaan kepada sang pencipta. Maka berlagak seolah kita sempurna adalah pelanggaran terbesarnya. Maka dari itulah, kehidupan ku yang porak poranda. Jiwaku yang terkekang, dan hatiku yang lama mati rasa, adalah bentuk dari ketidak sempurnaan yang di berikan oleh-Nya. Rasanya berat berbagi serpihan kisah ini, dan menuangkan kisahnya dalam bentuk tulisan. Namun, ku kuatkan tekadku untuk menceritakannya. Karena bagiku, ini bukanlah kisah dramastis ala bollywood maupun drama korea yang penuh dengan fantasi. Kisah ini, ku tuangkan penuh ketulusan, dan rasa syukur karena ku harap dapat menginspirasi semua orang. Aku bukanlah gadis periang yang acuh terhadap semua cobaan, aku kera

Analisis Intertekstual Puisi ‘Malin Kundang ’ Karya Joko Pinurbo

  MALIN KUNDANG Puisi Joko Pinurbo Malin Kundang pulang menemui ibunya yang terbaring sakit di ranjang. Ia perempuan renta, hidupnya tinggal menunggu matahari angslup ke cakrawala.   “Malin, mana istrimu?” “Jangankan istri, Bu. Baju satu saja robek di badan.” Perempuan yang sudah tak tahan merindu itu seakan tak percaya. Ia menyelidik penuh curiga.   “Benar engkau Malin?” “Benar, saya Malin. Lihat bekas luka di keningku.” “Tapi Malin bukanlah anak yang kurus kering dan compang-camping. Orang-orang telah memberi kabar bahwa Malin, anakku, akan datang dengan istri yang bagus dan pangkat yang besar.” “Mungkin yang Ibu maksud Maling, bukan Malin.” “Jangan bercanda, mimpiku telah sirna.”   Walau sakit, perempuan itu memberanikan diri bertanya: “Ke mana saja engkau selama ini?” “Mencari ayah di Jakarta.” Lalu kata ibu itu: “Ayahmu pernah pulang dan aku telah sukses mengusirnya.”   “Benar engkau Malin?” Ibu itu masih juga sangsi. Dan ana

Boneka 1

    14 Juni 2006. Hari ulang tahunku yang ke-5, Ibu diam-diam memberiku boneka berbentuk hati berwarna merah, dan meletakkan di tepi ranjangku. Aku senang, sampai sekarang boneka itu masih bertengger manis di ranjangku.      14 Juni 2007. Hari ulang tahunku yang ke-6, Ayah mengajakku pergi ke plaza, tanpa Ibu, hanya ada aku dan adikku. Aku senang, karena setelah satu tahun aku akhirnya bertemu Ayah, dia mengingat hari ulang tahunku, dan memberiku boneka anjing dan domba.     14 Juni 2008. Tidak ada lagi yang memberiku boneka.  Mungkin kamarku sudah penuh boneka, jadi boneka tidak diperlukan lagi.      14 Juni 2009. Tidak ada lagi laki-laki itu...kemana hilangnya?  Lagi-lagi aku hanya bisa bilang "entah"     14 Juni 2010. Aku diperkenalkan dengan orang asing, yang harus ku sebut dengan sebutan "Ayah" Baiklah.      14 Juni 2011. Ibuku seperti orang asing. Aku tidak begitu dekat  dengannya. Bahkan saat didekatnya, hanya ada rasa takut menjalariku.